DUKA CITA DIBALIK BUKIT NAWA CITA


Pemerintah Pengobral Janji Palsu
Nawa Cita adalah nama transmigrasi yang berada di balik bukit bagian selatan Desa Lito, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo yang hingga kini menyimpan duka yang mendalam.

Duka cita yang mendalam itulah yang melintas dalam benak penulis, disaat melakukan investigasi di nawa cita. Dimana penulis menemukan fenomena sosial yang mengerikan. 

Kehidupan yang jauh dari kata layak merupakan selimut bagi masyarakat transmigrasi bukit nawa cita (nama transmigrasi di desa lito) untaian janji dan harapan kini telah sirna, dimakan badai kemunafikan elit penguasa.

Tempat yang di janjikan prmerintah yang sangat menjanjikan, ternyata tidak sesuai harapan, justru layaknya pulau angker yang tak berpenghuni. Tapi apalah daya tangan tak sampai, mereka seperti masyarakat buangan atau yang diasingkan dari keramaian. Namun itulah kenyataan pahit yang mereka terima. Teraliensi di negeri orang lain sudah menjadi hal yang lunrah. tapi teraliensi di negeri sendiri itu merupkan pelanggaran ham yang harus diselesaikan.

Rakyat bukanlah benda, melainkan manusia  ciptan sang ilahi. Sebagai manusia pastinya rakyat memiliki persoalan. Namun sangat miris persoalan rakyat kerap kali dirusak oleh kekuatan kekuasaan dan kekerasan yang tidak berpihak pada rakyat. 

Dengan mudahnya rakyat, menjadi objek janji elit penguasa saat mereka membutuhkan dukungan rakyat. tapi setelah dukungan diberikan setulus hati, tanpa pamrih rakyat malah dicampakan layaknya sampah busuk yang tak berguna. Dimata pemegang kekuasaan seperti ini rakyat tak lebih dari sebatang tebu habis manis sampah dibuang, janji tinggalah janji tanpa realisasi.

Undang-undang dasar 1945 yang seharusnya menjadi dasar Negara sekaligus perisai pelindung rakyat, hingga kini hanya menjadi formalitas belaka. Pasal 28 yang menjanjikan hak asasi manusia berubah menjadi ilusi yang sulit diyakini.

Undang-undang no 29 Tahun 2009 Tentang Transmigrasi sudah menjadi bualan belaka. Ironisnya Peraturan Pemerintah (PERPU) Republik Indonesia No 3 Tahun 2014 Tentang Ketransmigrasian bukan menjadi solusi untuk menghilangkan beban penderitan rakayat. Justru menjadi sumber malapetaka yang selallu menghantui mereka.

Mungkin ini menambah deretan undang-undang yang diupgrade sehingga tidk berfungsi sebagaimana mestinya. memang bukan aturannya yang salah, tapi oknum yang menjalankn aturan itu yang keliru.

Nawa Cita Menjadi Duka Cita
Sudah di buang rakyat kerap kali menjadi objek kekerasan. Setiap terjadi kekerasan rakyatlah yang pertama menjadi korban. Di era yang serba canggih ini rakyat ibarat benda yang bisa ditebas, dicincang, diciduk, dipanggang dan hilang...!!!
Tapi anehnya rakyat selallu siap menjadi tumbal dari rejim yang satu ke rejim yang lainnya... Dari zaman ke zaman, prespektif dan nurani manusia tidak ada satu pun yang setuju bila rakyat dijadikan sebagai tumbal kekuasaan dan kekerasan. tapi sangat na'as hal ini kerap terjaadi, dan selallu mencoreng wajah negeri ini.

Nawa cita yang dijanjikan pemerintah, tidak menjadi solusi untuk menghilangkan kemiskinan. yang ada hanyalah duka yang mendalam, dan hal ini yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di balik bukit nawa cita di Desa Lito, Kecamatan Paguyaman Pantai Kabupaten Boalemo. polemik ini mereka rasakan dari msaa pemerintahan Rum Pagau hingga sampai saat ini.

Sehingga realitas diatas menjadi pil pahit yang harus diterima oleh rakyat yang tak berdosa. Sampai kapan mereka harus minum keringaat mereka sendiri karena kekurangan air...??? sampai kapan mereka menghisap jari karena sering menahan lapar dan dahaga...???
sampai. Kapan mereka menjadi masyarakat yang produktif...???  sementara petani tidak memilliki lahan yang layak untuk digarap, dan nelayan tidak memiliki perahu dan alat tangkap ikan lainnya..

Kepada siapa mereka  mengeluh...??? pemerintah yang telah menjanjikan kesejahteraan bagi. mereka kini hanya tertawa melihat penderitaan mereka. Sampai kapan mereka diam...??? Sampai kapan kelompok aktivis bungkam..??? dan hanya menjadi penonton bagi rakyat yang sedang ditindas. saampai kapan kalian tunduk dan patuh kepada ketidakadilan ??? dan tidak melakukan perlawanan....???

Apakah di Desa Lito tidak ada aktivis yang bisa memperjuangkan hak mereka? atau kelompok aktivis dibungkam dengan jabatan dan pembagian job yang ada...???
Jika hal itu terjadi kepada siapa lagi rakyat berharap.?

Itulah pertanyaan yang selallu menghantui pikiraan penulis, disaat menguraikan kata menjadi kaalimat hingga membentuk paragraf dan tulisan ini...

Penulis hanya bisa berharap agar kelak ada yang bisa memperjuangkan harapan rakyat tersebut. Dan inilah waktu yang tepat, bagi mereka mereka yang tertindas untuk terlepas dari belennggu ketertindasan. 

Wahai pemuda pemudi generasi emas harapan bangsa, kepalkan tangan dan rapatkan barisan kalian untuk membinasakan pembodohan dan penindasn ini. Janganlah kalian menjadi generasi yang apatis dan pragmaatis terhadap fenomena sosial dilingkungan kalian, tumpaslah pemerintah yang hanya mementingkan kepentingan mereka sendiri. 

Melalui tulisan ini penulis berharap agar pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, hingga pemerintah Desa bisa memberikaan perhatian khusus terhaadap masalah transmigrasi di Bukit Nawa Cita Desa Lito. Dan bisa memberdaayakan masyarakat yang lemah. Masyarakat tidak butuh janji, tapi yang mereka butuhkan ialah solusi dan reaalisasi yang dijanjikan...!!!
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url