MOMB UNG Dan Sejuta Investasinya
Perayaan MOMB UNG 2018 |
Masa Orientasi Mahasiswa Baru merupakan aggenda rutinitas tahunan Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Setiap tahunnya kegiatan ini selallu berjalan dengan meriah karena diikuti oleh ribuan mahasiswa baru.
Bagi
Mahasiswa Baru (MABA) MOMB merupakan momentum awal mereka akan mengenal
kehidupan yang ada di lingkungan kampus. Berbagai macam doktrin
perlawanan yang ditanamkan kepada setiap individu mahasiswa baru, tidak
sedikit pengurus organisasi mahasiswa intra kampus yang ingin tampil
sebagai super hero yang tidak berdosa dihadapan mahasiswa. Dengan
percaya diri mereka tampil seperti orang yang terhebat yang akan
menetukan nasib mahasiswa baru kedepan. Tapi, sangat disayangkan bahwa
mereka yang tampil sebagai dewalah yang justru menghisab orang tua
mahasiswa baru, yang memutuskan langkah mahasiswa ingin melanjutkan
pendidikan.
Namun
dibalik kemeriahan pelaksanaan kegiatan MOMB tidak sedikit orang yang
harus ihklas menunda keinginannya untuk melanjutkan pendidikan, yang
disebabkan perekomomian keluarga lemah, dan tingginya mahar pendidikan
yang harus dibayar oleh setiap mahasiswa... Entah dari Uang Kulia
Tunggal (UKT), Biaya MOMB, dan Uang Pembangunan.
Yang
paling menarik untuk diulas ialah biaya MOMB yang dibebankan kepada
mahasiswa baru hingga detik ini masih misterius. Karena sistem ini tidak
memiliki regulasi yang jelas dari menristek dikti. Pengelolaan anggaran
ini diberikan kepada mahasiswa, hal ini sangat memprihatinkan sebab
mahasiswa baru tidak pernah menyadari, bahwa biaya MOMB yang mereka
bayar hanya masuk ke kantong-kantong Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) intra
kampus dan yang berperan dalam hal ini ialah mahasiswa itu sendiri.
Walaupun
anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan perlengkapan untuk
mahasiswa baru, entah dari Jaz almamater, kaos, momb, kaos senat, kaos
hmj, pin, slayer, serivikat, buku pedoman, dan kartu mahasiswa namun hal
itu tidak sebanding dengan jumlah biaya yang telah dipungut dari
seluruh mahasiswa baru yang total jumlahnya Delapan Ratus Ribu Rupiah (800.000) per mahasiswa.
Hal ini bukan hanya mengada-ngada namun bisa dibuktikan secara rill dan nyata sebagai berikut:
Nama Barang | Harga |
---|---|
Jaz Almamater | Rp. 250.000 per lembar. |
Kaos Momb | Rp. 100.000 |
Pin | Rp. 10.000 |
Slayer | Rp. 10.000 per lembar. |
Sertifikat | Rp. 10.000 |
Kartu Tanda Mahasiswa | Rp. 30.000 |
UKM | Rp. 30.000 per lembar. |
Nama Barang | Harga |
---|---|
Kaos Senat | Rp. 100.000 |
Pin | Rp. 10.000 |
Slayer | Rp. 10.000 |
Sertifikat | Rp. 10.000 |
Nama Barang | Harga |
---|---|
Kaos HMJ | Rp. 100.000 |
Pin | Rp. 10.000 |
Slayer | Rp. 10.000 |
Sertifikat | Rp. 10.000 |
Jika dikalkulasikan jumlah keseluruhan dari biaya yang dibutuhkan hanya berkisar Rp. Tujuh Ratus Ribu Rupiah (700.000)
itupun hitungannya terlampau tinggi. Jika dihitung dari harga normalnya
maka nominalnya dibutuhkan akan lebih sedikit, Dan dalam proses
pengadaannya juga bisa diatur dengan cara menejemen loby.
Setiap tahun jumlah mahasiswa baru yang masuk ke UNG paling sedikit 4000 mahasiswa dan jika dikalkulasikan seluruh biaya MOMB maka hasilnya mencapai miliaran rupiah apalagi ditambah dengan anggaran tahunan ormawa.
Inilah investasi yang sangat besar yang ada dilingkungan kampus setiap tahun, Sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa pragmatis. Alhasil hal ini menyebabkan pertarungan demokrasi kampus selallu meriah disetiap tahunnya, berbagai macam visi dan misi yang dipaparkan demi menarik simpatisan masa.
Bahkan mereka tidak seggan-seggan untuk mengucurkan dana demi meraih kemenangan yang sempurna. Mereka berfikir jika berhasil memenangkan pertarungan demokrasi kampus, maka investasi besar yang mencapai miliaran rupiah sedang menanti. Sehingga visi misi yang mereka janjikan telah dilupakan oleh investasi yang sangat menggiurkan itu.
Masa Orientasi Mahasiswa Baru (MOMB) merupakan investasi besar bagi birokrat kapital, dan mahasiswa pragmatis yang menurut mereka harus dipertahankan keberadaannya. Sehingga menyebabkan biaya MOMB sulit untuk dihapuskan. Padahal nyatanya uang yang dibebankan kepada masing-masing mahasiswa baru itu hanya masuk kedalam kantong-kantong ormawa, yang penggunaannya pun tidak ada kejelasan dan banyak ketimpangan.
Sangat
miris institusi akademik yang tugas pokoknya untuk menjalankan
Tri-dharma Perguruan Tinggi justru kehilangan makna dan arah, slogan
Universitas Negeri Gorontalo sebagai kampus peradaban namun realitanya
justru menjadi kampus ladang penindasan yang berkepanjangan.
Dan hari ini masih banyak penindasan dan ketimpangan yang sering terjadi di lingkungan kampus, namun sangat disayangkan mahasiswa yang seharusnya mengawal ketidakadilan itu justru ikut terjun dalam persoalan itu. Melihat fenomena ini, Penulis hanya teringat kata dari seoarng aktivis Indonesia Soe Hok Gie "Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa.
Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap
tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi
korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam
tadi".