SEJARAH LAHIRNYA P A N C A S I L A
TSF 01
Sejarah lahirnya | Pancasila |
LAHIRNYA
P A N C A S I L A
Pidato Pertama Pancasila
Diucapkan Bung Karno di Depan
Dokuritu Zyunbi Tyoosakai
Tanggal 1 Juni 1945
THE SOEKARNO FOUNDATION
PENGANTAR
Pada bulan-bulan April, Mei, Juni, Juli dan Agustus tahun 1945, Perang Dunia II masih berkecamuk di sebagian besar dunia. Ibu Pertiwi Indonesia masih merintih dalam cengkeramannya Fascisme Jepang.
Penderitaan, ketakutan, kecemasan, penahanan, penyiksaan, perkosaan, kelaparan, keputusasaan, pembunuhan, kematian, perburuan manusia dan berbagai duka derita lain masih melanda kehidupan sebagian besar umat manusia penghuni bumi, termasuk rakyat - bangsa Indonesia.
Namun dalam keadaan yang keras dan berat itu, Founding Fathers dan pejuang-pejuang kemerdekaan Indonesia tetap maju terus, sambil mempersiapkan segala syarat yang diperlukan untuk mewujudkan dan membangun Indonesia merdeka yang diidam-idamkannya.
Salah satu syarat paling penting yang dipersiapkan adalah dasar negara daripada Indonesia Merdeka. Untuk memenuhi keperluan itu, maka pada tanggal 1 Juni 1945, di depan sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Founding Father utama Indonesia - Bung Karno menyampaikan gagasannya dalam suatu pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu tentang dasar negara Indonesia Merdeka yang dinamakannya Pancasila.
Pidato Pancasila Bung Karno yang ditawarkannya sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka itu diterima secara aklamasi-bulat oleh segenap anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai dengan tepuk tangan riuh-rendah yang panjang di akhir pidato itu.
Dan selanjutnya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia membentuk Panitia Kecil (8 orang) untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu.
Dari Panitia Kecil dibentuk Panitia Sembilan yang bertugas: Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hasilnya adalah Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945, dan yang dengan membuang kata-kata ”dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dan menambah Yang Maha Esa pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 18 Agustus 1945 dijadikan Pembukaan atau Preambule Undang-Undang Dasar, yang sekaligus berlaku sebagai Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada pokoknya, akhirnya Pancasila galian Bung Karno tersebut, berhasil dirumuskan secara padat dan indah dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang dinyatakan sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.
Kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa pidato tidak tertulis terlebih dahulu Bung Karno itu ada catatan stenografisnya secara lengkap, dan bahwa catatan itu bisa tetap selamat dan aman, meskipun keadaan di akhir kekuasaan Jepang dan permulaan perang kemerdekaan menghadapi usaha kembali-nya kolonialis Belanda sangatlah sulit dan berat.
Catatan stenografis pidato Lahirnya Pancasila Bung Karno tersebut, pada tahun 1947 diterbitkan oleh Oesaha Penerbitan Goentoer, Jogyakarta, dengan kata pengantar dari orang yang mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato itu yaitu Ketua Dokuritu Zyunbi Tyoosakai, Dr. K. R. T. Radjiman Wedyodiningrat.
Kami jakin, bahwa pidato Lahirnya Pancasila ini sangat diperlu-kan oleh segenap putera tanah air yang terus berusaha menjaga dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Semoga bermanfaat.
Jakarta, 01 Juni 2012.
THE SOEKARNO FOUNDATION
KATA PENGANTAR
Ketua Dokuritu Zyunbi Tyoosakai
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
Dengan perasaan gembira saya terima permintaan penerbit buku ini untuk memberikan sepatah dua patah kata pengantar, serta dengan segala senang hati saya penuhi permintaan tersebut.
Sebagai ”Kaityoo” (ketua) dari ”Dokuritu Zyunbi Tyoosakai” (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) saya mengikuti dan mendengar sendiri diucapkannya pidato ini oleh Bung Karno, sekarang Presiden Negara kita.
Oleh karena itu sungguh menggembirakan sekali maksud penerbit, untuk mencetak pidato Bung Karno ini, yang berisi Lahirnya Pancasila, dalam sebuah buku kecil.
Badan Dokuritu Zyunbi Tyoosakai“ itu telah mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei tahun 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945.
”Lahirnya Pancasila” ini adalah buah stenografisch verslag“ dari pidato Bung Karno yang diucapkan dengan tidak tertulis dahulu ( voor de vuist ) dalam sidang yang pertama pada tanggal 1 Juni 1945 ketika sidang membicarakan Dasar (Beginsel) Negara kita”, sebagai penjelmaan daripada angan-angannya. Sudah barang tentu kalimat-kalimat sesuatu pidato yang tidak tertulis dahulu, kurang sempurna tersusunnya. Tetapi yang penting ialah ISINYA !
Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi Dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada di bawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang !
Selama Fascisme Jepang berkuasa di negeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya.
Mudah-mudahan Lahirnya Pancasila ini dapat dijadikan pegangan, dijadikan pedoman oleh Nusa dan Bangsa kita seluruh-nya, dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.
Walikukun, tertanggal 1 Juli 1947
Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat
-----------------------
LAHIRNYA PANCASILA
Pidato pertama Pancasila diucapkan Bung Karno
tanggal 1 Juni 1945
Paduka tuan Ketua yang mulia !
Sesudah tiga hari berturut-turut anggota-anggota Dokuritu Zyunbi Tyoosakai mengeluarkan pendapat-pendapatnya, maka sekarang saya mendapat kehormatan dari Paduka tuan Ketua yang mulia untuk mengemukakan pula pendapat saya. Saya akan menepati permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia. Apakah permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia? Paduka tuan Ketua yang mulia minta kepada sidang Dokuritu Zyunbi Tyoosakai untuk mengemukakan dasar Indonesia Merdeka. Dasar inilah nanti akan saya kemukakan di dalam pidato saya ini.
Maaf, beribu maaf ! Banyak anggota telah berpidato, dan dalam pidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan permintaan Paduka tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan d a s a r -n y a Indonesia Merdeka. Menurut anggapan saya, yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda : " P h i l o s o f i s c h e g r o n d s l a g " daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah pundamen, filsafat, pikiran - yang - sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat - yang - sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Hal ini nanti akan saya kemukakan, Paduka tuan Ketua yang mulia, tetapi lebih dahulu izinkanlah saya mem-bicarakan, memberitahukan kepada tuan-tuan sekalian, apakah yang saya artikan dengan perkataan "merdeka".
Merdeka buat saya ialah : " p o l i t i c a l i n d e p e n d e n c e ", p o l i t i e k e o n a f h a n k e l i j k h e i d.
Apakah yang dinamakan politieke onafhankelijkheid ?
Tuan-tuan sekalian! Dengan terus terang saja saya berkata: Tatkala Dokuritu Zyunbi Tyoosakai akan bersidang, maka saya, di dalam hati saya banyak khawatir, kalau-kalau banyak anggota yang - saya katakan dalam bahasa asing, maafkan perkataan ini - "zwaarwichtig" akan perkara yang kecil-kecil. "Zwaarwichtig sampai - kata orang Jawa - " jelimet ". Jikalau sudah membicara-kan hal yang kecil-kecil sampai jelimet, barulah mereka berani menyatakan kemerdekaan.
Tuan-tuan yang terhormat! Lihatlah di dalam sejarah dunia, lihatlah kepada perjalanan dunia itu.
Banyak sekali negara-negara yang merdeka, tetapi bandingkanlah kemerdekaan negara-negara itu satu sama lain! Samakah isinya, samakah derajatnya negara-negara yang merdeka itu? Jermania merdeka, Saudi Arabia merdeka, Iran merdeka, Tiongkok merdeka, Nippon merdeka, Amerika merdeka, Inggeris merdeka, Rusia merdeka, Mesir merdeka. Namanya semuanya merdeka, tetapi bandingkanlah isinya!
Alangkah berbedanya i s i itu! Jikalau kita berkata : Sebelum Negara merdeka, maka harus lebih dahulu ini selesai, itu selesai, itu selesai, sampai jelimet!, maka saya bertanya kepada tuan-tuan sekalian : kenapa Saudi Arabia merdeka, padahal 80% dari rakyatnya terdiri dari kaum Badui, yang sama sekali tidak mengerti hal ini atau itu.
Bacalah buku Armstrong yang menceritakan tentang Ibn Saud! Di situ ternyata, bahwa tatkala Ibn Saud mendirikan pemerintahan Saudi Arabia, rakyat Arabia sebagian besar belum mengetahui bahwa otomobil perlu minum bensin. Pada suatu hari
otomobil Ibn Saud dikasih makan gandum oleh orang-orang Badui di Saudi Arabia itu!! Tokh Saudi Arabia merdeka!
Lihatlah pula - jikalau tuan-tuan kehendaki contoh yang lebih hebat - Sovyet Rusia! Pada masa Lenin mendirikan Negara Sovyet, adakah rakyat Sovyet sudah cerdas? Seratus lima puluh milyun rakyat Rusia, adalah Musyik yang lebih dari pada 80% tidak dapat membaca dan menulis; bahkan dari buku-buku yang terkenal dari Leo Tolstoi dan Fulop Miller, tuan-tuan mengetahui betapa keadaan rakyat Sovyet Rusia pada waktu Lenin mendirikan negara Sovyet itu. Dan kita sekarang di sini mau mendirikan negara Indonesia Merdeka. Terlalu banyak macam-macam soal kita kemukakan !
Maaf, Paduka tuan Zimukyokutyoo! Berdirilah saya punya bulu, kalau saya membaca tuan punya surat, yang minta kepada kita supaya dirancangkan sampai jelimet hal ini dan itu dahulu semuanya! Kalau benar semua hal ini harus diselesaikan lebih dahulu, sampai jelimet, maka saya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, tuan tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, kita semuanya tidak akan mengalami Indonesia Merdeka, - sampai di lubang kubur!
(Tepuk tangan riuh )
Saudara-saudara! Apakah yang dinamakan merdeka? Di dalam tahun '33 saya telah menulis satu risalah. Risalah yang bernama "Mencapai Indonesia Merdeka". Maka di dalam risalah tahun '33 itu, telah saya katakan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah satu j e m b a t a n, satu j e m b a t a n e m a s. Saya katakan di dalam kitab itu, bahwa d i s e b e r a n g n y a jembatan itulah kita sempurnakan kita punya masyarakat.
Ibn Saud mengadakan satu negara di dalam s a t u m a l a m, - in one night only! -, kata Armstrong di dalam kitabnya. Ibn Saud mendirikan Saudi Arabia Merdeka disatu malam sesudah ia masuk kota Riad dengan 6 orang! S e s u d a h "jembatan" itu diletakkan oleh Ibn Saud, maka d i s e b e r a n g jembatan, artinya k e m u - d i a n d a r i p a d a i t u, Ibn Saud barulah memperbaiki masyarakat Saudi - Arabia. Orang yang tidak dapat membaca diwajibkan belajar membaca, orang yang tadinya bergelan-dangan sebagai nomade yaitu orang Badui, diberi pelajaran oleh Ibn Saud jangan bergelandangan, dikasih tempat untuk bercocok tanam. Nomade dirubah oleh Ibn Saud menjadi kaum tani, - semuanya di seberang jembatan.
Adakah Lenin ketika dia mendirikan negara Sovyet-Rusia Merdeka, telah mempunyai Djnepprprostoff, dam yang maha besar di sungai Djneppr? Apa ia telah mempunyai radio-station, yang menyundul ke angkasa ? Apa ia telah mempunyai kereta-kereta api cukup, untuk meliputi seluruh negara Rusia ? Apakah tiap-tiap orang Rusia pada waktu Lenin mendirikan Sovyet-Rusia Merdeka t e l a h dapat membaca dan menulis ? Tidak, tuan-tuan yang terhormat! Di seberang jembatan emas yang diadakan oleh Lenin itulah, Lenin baru mengadakan radio-station, baru mengadakan sekolahan, baru mengadakan Creche, baru mengadakan Djneppr-prostoff ! Maka oleh karena itu saya minta kepada tuan-tuan sekalian, janganlah tuan-tuan gentar di dalam hati, janganlah mengingat bahwa ini dan itu lebih dulu harus selesai dengan jelimet, dan kalau sudah selesai, baru kita dapat merdeka. Alangkah berlainannya tuan-tuan punya semangat, - jikalau tuan-tuan demikian -, dengan semangat pemuda-pemuda kita yang 2 milyun banyaknya. Dua milyun pemuda ini menyampaikan seruan pada saya, 2 milyun pemuda ini semua berhasrat Indonesia Merdeka Sekarang!
(Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara, kenapa kita sebagai pemimpin rakyat, yang mengetahui sejarah, menjadi zwaarwichtig, menjadi gentar, padahal semboyan Indonesia Merdeka bukan sekarang saja kita siarkan? Berpuluh-puluh tahun yang lalu, kita telah menyiarkan semboyan Indonesia Merdeka, bahkan sejak tahun 1932 dengan nyata-nyata kita mempunyai semboyan " I N D O N E S I A M E R D E K A S E K A R A N G ". Bahkan 3 kali sekarang, yaitu Indonesia Merdeka : s e k a r a n g , s e k a r a n g , s e k a r a n g !
(Tepuk tangan riuh)
Dan sekarang kita menghadapi kesempatan untuk menyusun Indonesia Merdeka, - kok lantas kita zwaarwichtig dan gentar hati! Saudara-saudara, saya peringatkan sekali lagi, Indonesia Merdeka, political independence, politieke onafhankelijkheid, tidak lain dan tidak bukan ialah satu j e m b a t a n ! Jangan gentar! Jikalau umpamanya kita pada saat sekarang ini diberikan kesempatan oleh Dai Nippon untuk merdeka, maka dengan mudah Gunseikan diganti dengan orang yang bernama Tjondro Asmoro, atau Soomubutyoo diganti dengan orang yang bernama Abdul Halim. Jikalau umpamanya butyoo-butyoo diganti dengan orang-orang Indonesia, pada sekarang ini, sebenarnya kita telah mendapat political independence, politieke onafhankelijheid,- in one night, di dalam satu malam!
Saudara-saudara, pemuda-pemuda yang 2 milyun, semuanya bersemboyan : Indonesia Merdeka, s e k a r a n g ! Jikalau umpamanya Balatentara Dai Nippon sekarang menyerahkan urusan negara kepada saudara-saudara, apakah saudara-saudara akan menolak, serta berkata : mangke rumiyin, tunggu dulu, minta ini dan itu selesai dulu, baru kita berani menerima urusan negara Indonesia Merdeka ?
(Seruan : Tidak! Tidak!)
Saudara-saudara, kalau umpamanya pada saat sekarang ini Balatentara Dai Nippon menyerahkan urusan negara kepada kita, maka satu menit pun kita tidak akan menolak, s e k a r a n g p u n kita menerima urusan itu, s e k a r a n g p u n kita mulai dengan negara Indonesia Merdeka!
(Tepuk tangan menggemparkan )
Saudara-saudara, tadi saya berkata, ada perbedaan antara Sovyet-Rusia, Saudi Arabia, Inggeris, Amerika dll. Tentang isinya: tetapi ada satu yang s a m a , yaitu, rakyat Saudi Arabia sanggup mempertahankan negaranya. Musyik-musyik di Rusia sanggup m e m p e r t a h a n k a n negaranya. Rakyat Amerika sanggup mempertahankan negaranya. Rakyat Inggeris sanggup memper-tahankan negaranya. Inilah yang menjadi minimum-eis. Artinya, kalau ada kecakapan yang lain, tentu lebih baik, tetapi manakala sesuatu bangsa telah sanggup m e m p e r t a h a n k a n negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, saudara-saudara, semua siap-sedia mati, mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap-sedia, masak untuk merdeka.
(Tepuk tangan riuh)
Cobalah pikirkan hal ini dengan memperbandingkannya dengan manusia. Manusia pun demikian, saudara-saudara! Ibaratnya, kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan. Ada yang berani kawin, lekas berani kawin, ada yang takut kawin. Ada yang berkata : Ah, saya belum berani kawin, tunggu dulu gajih f. 500. Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung, sudah ada permadani, sudah ada lampu listrik, sudah mempunyai tempat tidur yang mental-mentul, sudah mempunyai meja-kursi yang selengkap-lengkapnya, sudah mempunyai sendok-garpu perak satu kaset, sudah mempunyai ini dan itu, bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet, barulah saya berani kawin.
Ada orang lain yang berkata : saya sudah berani kawin kalau sudah mempunyai meja satu, kursi empat, yaitu "meja makan", lantas satu zitye, lantas satu tempat tidur.
Ada orang yang lebih berani lagi dari itu, yaitu saudara-saudara Marhaen! Kalau dia sudah mempunyai gubug saja dengan satu tikar, dengan satu periuk : dia kawin. Marhaen dengan satu tikar, satu gubug : kawin. Sang klerk dengan satu meja, empat kursi, satu zitje, satu tempat tidur : kawin.
Sang Ndoro yang mempunyai rumah gedung, electrische kookplaat, tempat tidur, uang bertimbun-timbun : kawin, belum tentu mana yang lebih gelukkig, belum tentu mana yang lebih bahagia, Sang Ndoro dengan tempat-tidurnya yang mental-mentul, atau Sarinem dan Samiun yang hanya mempunyai satu t i k a r dan satu periuk, saudara-saudara!
(Tepuk tangan, dan tertawa).
Tekad hatinya yang perlu, tekad hatinya Samiun kawin dengan satu tikar dan satu periuk, dan hati Sang Ndoro yang baru berani kawin kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset plus kinder-uitzet, - buat 3 tahun lamanya!
(Tertawa).
Saudara-saudara, soalnya adalah demikian : k i t a i n i b e r a n i m e r d e k a a t a u t i d a k ? ? Inilah, saudara-saudara sekalian, Paduka tuan Ketua yang mulia, ukuran saya yang terlebih dulu saya kemukakan sebelum saya bicarakan hal-hal yang mengenai dasarnya satu negara yang merdeka. Saya mendengar uraian Paduka tuan Soetardjo beberapa hari yang lalu, tatkala menjawab apakah yang dinamakan merdeka, beliau mengatakan : kalau tiap-tiap orang di dalam hatinya telah merdeka, itulah kemerdekaan. Saudara-saudara, jika t i a p-t i a p orang Indonesia yang 70 milyun ini lebih dahulu harus merdeka di dalam hatinya, sebelum kita dapat mencapai political independence, saya ulangi lagi, sampai lebur kiamat kita belum dapat Indonesia Merdeka!
(Tepuk tangan riuh).
D i d a l a m Indonesia Merdeka itulah kita m e m e r d e k a k a n rakyat kita!! Di d a l a m Indonesia Merdeka itulah kita m e m e r- d e k a k a n hatinya bangsa kita! D i d a l a m Saudi Arabia Merdeka, Ibn Saud m e m e r d e k a k a n rakyat Arabia satu persatu. Di d a l a m Sovyet-Rusia Merdeka Stalin m e m er d e k a- k a n hati bangsa Sovyet-Rusia satu persatu.
Saudara-saudara! Sebagai juga salah seorang pembicara berkata : kita bangsa Indonesia tidak sehat badan, banyak penyakit malaria, banyak dysenterie, banyak penyakit hongerudeem, banyak ini banyak itu. "Sehatkan dulu bangsa kita, baru kemudian merdeka".
Saya berkata, kalau ini pun harus diselesaikan lebih dulu, 20 tahun lagi kita belum merdeka. Di d a l a m Indonesia Merdeka itulah kita menyehatkan rakyat kita, walaupun misalnya tidak dengan kinine, tetapi kita kerahkan segenap masyarakat kita untuk menghilangkan penyakit malaria dengan menanam ketepeng kerbau. Di d a l a m Indonesia Merdeka kita melatih pemuda kita agar supaya menjadi kuat, di d a l a m Indonesia Merdeka kita menyehatkan rakyat sebaik-baiknya. Inilah maksud saya dengan perkataan " jembatan ". Di seberang jembatan, j e m b a t a n e m a s, inilah baru kita l e l u a s a menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang gagah, kuat, sehat, kekal dan abadi.
Tuan-tuan sekalian! Kita sekarang menghadapi satu saat yang maha penting. Tidakkah kita mengetahui, sebagaimana telah diutarakan oleh berpuluh-puluh pembicara, bahwa sebenarnya internationaal-recht, hukum internasional, menggampangkan pekerjaan kita? Untuk menyusun, mengadakan, mengakui satu negara yang merdeka, tidak diadakan syarat yang neko-neko, yang menjelimet, tidak! Syaratnya sekedar bumi, rakyat, pemerintah yang teguh! Ini sudah cukup untuk internationaalrecht.
Cukup, saudara-saudara. Asal ada buminya, ada rakyatnya, ada pemerintahnya, kemudian diakui oleh salah satu negara yang lain, yang merdeka, inilah yang sudah bernama merdeka. Tidak perduli rakyat dapat baca atau tidak, tidak peduli rakyat hebat ekonominya atau tidak, tidak peduli rakyat bodoh atau pintar, asal menurut hukum internasional mempunyai syarat-syarat suatu negara merdeka, yaitu ada rakyatnya, ada buminya dan ada pemerintah-annya, - sudahlah ia merdeka.
Janganlah kita gentar, zwaarwichtig, lantas mau menyelesaikan lebih dulu 1001 soal yang bukan-bukan! Sekali lagi saya bertanya : Mau merdeka apa tidak? Mau merdeka apa tidak?
(Jawab hadirin : Mau!)
Saudara-saudara! Sesudah saya bicarakan tentang hal "merdeka" maka sekarang saya bicarakan tentang hal d a s a r .
Paduka tuan Ketua yang mulia! Saya mengerti apakah yang Paduka tuan Ketua kehendaki! Paduka tuan Ketua minta d a s a r, minta p h i l o s o p h i s c h e g r o n d s l a g, atau, jikalau kita boleh memakai perkataan yang muluk-muluk, Paduka tuan Ketua yang mulia meminta suatu " Weltanschauung ", di atas mana kita mendirikan negara Indonesia itu.
Kita melihat dalam dunia ini, bahwa banyak negeri-negeri yang merdeka, dan banyak di antara negeri-negeri yang merdeka itu berdiri di atas suatu " Weltanschauung ". Hitler mendirikan Jermania di atas " nasional sozialistische Weltanschauung ", -filsafat nasional-sosialisme telah menjadi dasar negara Jermania yang didirikan oleh Adolf Hitler itu. Lenin mendirikan negara Sovyet di atas satu " Weltanschauung ", yaitu Marxistische, Historisch Materialistische Weltanschauung. Nippon mendirikan negara Dai Nippon di atas satu " Weltanschauung ", yaitu yang dinamakan " Tennoo Koodoo Seishin ". Di atas " Tennoo Koodoo Seishin " inilah negara Dai Nippon didirikan. Saudi Arabia, Ibn Saud, mendirikan negara Arabia di atas satu " Weltanschauung ", bahkan di atas satu dasar agama, yaitu Islam. Demikian itulah yang diminta oleh Paduka tuan Ketua yang mulia : Apakah Weltanschauung" kita, jikalau kita hendak mendirikan Indonesia yang merdeka ?
Tuan-tuan sekalian," Weltanschauung " ini sudah lama harus kita bulatkan di dalam hati kita dan di dalam pikiran kita, sebelum Indonesia Merdeka datang. Idealis-idealis di seluruh dunia bekerja mati-matian untuk mengadakan bermacam-macam "Weltan-schauung", bekerja mati-matian untuk me-"realiteitkan" "Weltan-schauung" mereka itu. Maka oleh karena itu, sebenarnya tidak benar perkataan anggota yang terhormat Abikoesno, bila beliau berkata, bahwa banyak sekali negara-negara merdeka didirikan dengan isi seadanya saja, menurut keadaan. Tidak! Sebab misalnya, walaupun menurut perkataan John Reed : " Sovyet-Rusia didirikan di dalam 10 hari oleh Lenin cs ", - John Reed, di dalam kitabnya : " Ten days that shook the world ", " Sepuluh hari yang menggoncangkan dunia ", walaupun Lenin mendirikan Sovyet - Rusia di dalam 10 hari, tetapi ’W e l t a n s c h a u u n g nya telah tersedia berpuluh-puluh tahun. Terlebih dulu telah tersedia " Weltanschauung " nya, dan di dalam 10 hari itu hanya sekedar direbut kekuasaan, dan ditempatkan negara baru itu di atas " Weltanscahuung " yang sudah ada.
Dari 1895 " Weltanschauung " itu telah disusun. Bahkan dalam revolutie 1905, Weltanschauung itu " dicobakan " di - " generale-repetitie - kan.
Lenin di dalam revolusi tahun 1905 telah mengerjakan apa yang dikatakan oleh beliau sendiri "generale-repetitie" daripada revolusi tahun 1917. Sudah lama sebelum 1917, ’Weltanschauung’ itu disedia-sediakan, bahkan diikhtiar-ikhtiarkan. Kemudian, hanya dalam 10 hari, sebagai dikatakan oleh John Reed, hanya dalam 10 hari itulah didirikan negara baru, direbut kekuasaan, ditaruhkan kekuasaan itu di atas ’Weltanschauung’ yang telah berpuluh-puluh tahun umurnya itu. Tidakkah pula Hitler demikian?
Di dalam tahun 1933 Hitler menaiki singgasana kekuasaan, mendirikan negara Jermania di atas National-sozialistische Weltanschauung.
Tetapi kapankah Hitler mulai menyediakan dia punya "Weltanschauung" itu ? Bukan di dalam tahun 1933, tetapi di dalam tahun 1921 dan 1922 beliau telah bekerja, kemudian mengikhtiarkan pula, agar supaya Naziisme ini, "Weltanschauung" ini, dapat menjelma dengan dia punya "Munchener Putsch", tetapi gagal. Di dalam 1933 barulah datang saatnya yang beliau dapat merebut kekuasaan dan negara diletakkan oleh beliau di atas dasar "Weltanschauung" yang telah dipropagandakan berpuluh-puluh tahun itu.
Maka demikian pula, jika kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan Ketua, timbullah pertanyaan: Apakah "Weltanschauung" kita, untuk mendirikan negara Indonesia Merdeka di atasnya ? Apakah nasional-sosialisme ? Apakah historisch-materialisme ? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh doktor Sun Yat Sen ?
Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tetapi " Weltanschauung " nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku " The Three People's Principles " San Min Chu I, - Mintsu, Minchuan, Min Sheng, - nasionalisme, demokrasi, sosialisme, - telah digambarkan oleh doktor Sun Yat Sen Weltan-schauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas " Weltanschauung " San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.
Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka di atas "Weltanschauung" apa ? Nasional-Sosialisme - kah, Marxisme - kah, San Min Chu I - kah, atau " Weltanschauung " apakah ?
Saudara-saudara sekalian, kita telah bersidang tiga hari lamanya, banyak pikiran telah dikemukakan, - macam-macam -, tetapi alangkah benarnya perkataan Dr. Soekiman, perkataan Ki Bagoes Hadikoesoemo, bahwa kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan faham. Kita bersama-sama mencari p e r s a t u a n p h i l o s o p h i s c h e g r o n d s l a g , mencari satu " Weltanschauung " yang k i t a s e m u a setuju. Saya katakan lagi s e t u j u ! Yang saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hajar setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama mencari satu hal yang kita b e r s a m a - s a m a setujui. Apakah itu ? Pertama-tama, saudara-saudara, saya bertanya : Apakah kita hendak mendirikan Indonesia Merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia Merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagung-kan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan?
Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak ! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya
telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara "semua buat semua". Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi "semua buat semua". Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun lebih, ialah : Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar k e b a n g s a a n .
K i t a m e n d i r i k a n s a t u n e g a r a k e b a n g s a a n I n d o n e s i a .
Saya minta, saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan saudara-saudara Islam lain : maafkanlah saya memakai perkataan "kebangsaan" ini! Sayapun orang Islam. Tetapi saya minta kepada saudara-saudara, janganlah saudara-saudara salah faham jikalau saya katakan bahwa dasar pertama buat Indonesia ialah dasar k e b a n g s a a n . Itu bukan berarti satu kebangsaan dalam arti yang sempit, tetapi saya menghendaki satu N a t i o n a l e S t a a t , seperti yang saya katakan dalam rapat di Taman Raden Saleh beberapa hari yang lalu. Satu Nationale Staat Indonesia bukan berarti staat yang sempit. Sebagai saudara Ki Bagoes Hadi-koesoemo katakan kemarin, maka tuan adalah orang bangsa Indonesia, bapak tuan pun adalah orang Indonesia, nenek tuanpun bangsa Indonesia, datuk-datuk tuan, nenek-moyang tuanpun bangsa Indonesia. Di atas suatu kebangsaan Indonesia, dalam arti yang dimaksudkan oleh saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo itulah, kita dasarkan negara Indonesia.
S a t u N a t i o n a l e S t a a t ! Hal ini perlu diterangkan lebih dahulu, meski saya di dalam rapat besar di Taman Raden Saleh sedikit - sedikit telah menerangkannya. Marilah saya uraikan lebih jelas dengan mengambil tempoh sedikit: Apakah yang dinamakan bangsa? Apakah syaratnya bangsa?
Menurut Renan syarat bangsa ialah " kehendak akan bersatu ". Perlu orang-orangnya merasa diri bersatu dan mau bersatu.
Ernest Renan menyebut syarat bangsa :
"le desir d'etre ensemble",
yaitu kehendak akan bersatu. Menurut definisi Ernest Renan, maka yang menjadi bangsa, yaitu satu gerombolan manusia yang mau bersatu, yang merasa dirinya bersatu.
Kalau kita lihat definisi orang lain, yaitu definisi Otto Bauer, di dalam bukunya "Die Nationalitatenfrage", di situ ditanyakan : " Was ist eine Nation ? " dan dijawabnya ialah : " Eine Nation ist eine aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemein-schaft ". Inilah menurut Otto Bauer satu natie. (Bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib).
Tetapi kemarin pun, tatkala, kalau tidak salah, Prof. Soepomo mensitir Ernest Renan, maka anggota yang terhormat Mr. Yamin berkata : "verouderd", "sudah tua". Memang tuan-tuan sekalian, definisi Ernest Renan sudah "verouderd", sudah tua. Definisi Otto Bauer pun sudah tua. Sebab tatkala Ernest Renan mengadakan definisinya itu, tatkala Otto Bauer meng-adakan definisinya itu, tatkala itu belum timbul satu wetenschap baru, satu ilmu baru, yang dinamakan Geopolitik.
Kemarin, kalau tidak salah, saudara Ki Begoes Hadikoesoemo, atau tuan Moenandar, mengatakan tentang "Persatuan antara orang dan tempat". Persatuan antara orang dan tempat, tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia dan tempatnya!
Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan ! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Ernest Renan dan Otto Bauer hanya sekedar melihat orangnya. Mereka hanya memikirkan "Gemeinschaft" nya dan perasaan orangnya, "I'ame et le desir". Mereka hanya mengingat karakter, tidak mengingat tempat, tidak mengingat bumi, bumi yang didiami manusia itu. Apakah tempat itu ?, Tempat itu yaitu t a n a h a i r.
Tanah air itu adalah satu kesatuan. Allah s.w.t membuat peta dunia, menyusun peta dunia. Kalau kita melihat peta dunia, kita dapat menunjukkan di mana "kesatuan-kesatuan" di situ. Seorang anak kecilpun, jikalau ia melihat peta dunia ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau di antara 2 lautan yang besar, lautan Pasific dan lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu benua Asia dan benua Australia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmaheira, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan. Demikian pula tiap-tiap anak kecil dapat melihat pada peta bumi; bahwa pulau-pulau Nippon yang membentang pada pinggir timur benua Asia sebagai "golfbreker" atau pengadang gelombang lautan Pasific, adalah satu kesatuan.
Anak kecilpun dapat melihat, bahwa tanah India adalah satu kesatuan di Asia Selatan, dibatasi oleh lautan Hindia yang luas dan gunung Himalaya. Seorang anak kecil pula dapat mengatakan bahwa kepulauan Inggeris adalah satu kesatuan.
Griekenland atau Yunani dapat ditunjukkan sebagai satu kesatuan pula. Itu ditaruhkan oleh Allah s.w.t. demikian rupa. Bukan Sparta saja, bukan Athene saja, bukan Macedonia saja, tetapi Sparta plus Athene plus Macedonia plus daerah Yunani yang lain-lain, segenap kepulauan Yunani, adalah satu-kesatuan.
Maka manakah yang dinamakan tanah tumpah darah kita, tanah air kita ? Menurut geopolitik, maka Indonesialah tanah air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah s.w.t. menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah tanah air kita!
Maka jikalau saya ingat perhubungan antara orang dan tempat, antara rakyat dan buminya, maka tidak cukuplah definisi yang dikatakan oleh Ernest Renan dan Otto Bauer itu. Tidak cukup "le desir d'etre ensemble", tidak cukup definisi Otto Bauer, "aus Schiksalsgemeinschaft erwachsene Charaktergemeinschaft" itu. Maaf saudara-saudara, saya mengambil contoh Minangkabau. Di antara bangsa Indonesia, yang paling ada "desir d'etre ensemble", adalah rakyat Minangkabau, yang banyaknya kira-kira 2 1/2 milyun. Rakyat ini merasa dirinya satu keluarga. Tetapi Minangkabau bukan satu kesatuan, melainkan hanya satu bahagian kecil daripada satu kesatuan! Penduduk Yogya pun adalah merasa " le desir d'etre ensemble ", tetapi Yogya pun hanya satu bahagian kecil daripada satu kesatuan. Di Jawa Barat rakyat Pasundan sangat merasakan "le desir d'etre ensemble", tetapi Sunda pun hanya satu bahagian kecil daripada satu kesatuan.
Pendek kata, bangsa Indonesia, Natie Indonesia, bukanlah sekedar satu golongan orang yang hidup dengan "le desir d'etre ensemble" di atas daerah yang kecil seperti Minangkabau, atau Madura, atau Yogya, atau Sunda, atau Bugis, tetapi bangsa Indonesia ialah s e l u r u h manusia-manusia yang menurut geopolitik yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t. tinggal di kesatuannya semua pulau-pulau Indonesia dari ujung Utara Sumatera sampai ke Irian! S e l u r u h n y a !, karena antara manusia 70.000.000 ini sudah ada "le desir d'etre ensemble", sudah terjadi "Charaktergemein-schaft"! Natie Indonesia, bangsa Indonesia, umat Indonesia jumlah orangnya adalah 70.000.000, tetapi 70.000.000 yang telah menjadi s a t u, s a t u, sekali lagi s a t u !
( Tepuk tangan hebat )
Ke sinilah kita semua harus menuju : mendirikan satu Nationale Staat, di atas kesatuan bumi Indonesia dari ujung Sumatera sampai ke Irian. Saya yakin tidak ada satu golongan di antara tuan-tuan yang tidak mufakat, baik Islam maupun golongan yang dinamakan "golongan kebangsaan". Ke sinilah kita harus menuju semuanya.
Saudara-saudara, jangan orang mengira, bahwa tiap-tiap negara merdeka adalah satu nationale staat! Bukan Pruisen, bukan Beieren, bukan Saksen adalah nationale staat, tetapi seluruh Jermanialah satu nationale staat. Bukan bagian kecil-kecil, bukan Venetia, bukan Lombardia, tetapi seluruh Italialah, yaitu seluruh semenanjung di Laut Tengah, yang di utara dibatasi oleh pegunungan Alpen, adalah nationale staat. Bukan Benggala, bukan Punjab, bukan Bihar dan Orissa, tetapi seluruh segitiga Indialah nanti harus menjadi nationale staat.
Demikian pula bukan semua negeri-negeri di tanah air kita yang merdeka di jaman dahulu, adalah nationale staat. Kita hanya 2 kali mengalami nationale staat, yaitu di jaman Sri wijaya dan di jaman Majapahit. Di luar dari itu kita tidak mengalami nationale staat. Saya berkata dengan penuh hormat kepada kita punya raja-raja dahulu, saya berkata dengan beribu-ribu hormat kepada Sultan Agung Hanyokrokoesoemo, bahwa
Mataram, meskipun merdeka, bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Siliwangi di Pajajaran, saya berkata, bahwa kerajaannya bukan nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Prabu Sultan Agung Tirtayasa, saya berkata, bahwa kerajaannya di Banten, meskipun merdeka, bukan satu nationale staat. Dengan perasaan hormat kepada Sultan Hasanoeddin di Sulawesi yang telah membentuk kerajaan Bugis, saya berkata, bahwa tanah Bugis yang merdeka itu bukan nationale staat.
Nationale staat hanya Indonesia s e l u r u h n y a, yang telah berdiri di jaman Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama. Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita mengambil sebagai dasar Negara yang pertama K e b a n g s a a n I n d o n e s i a. Kebangsaan Indonesia yang bulat ! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali atau lain-lain, tetapi k e b a n g s a a n I n d o n e s i a , yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat. Maaf, Tuan Liem Koen Hian, Tuan tidak mau akan kebangsaan ? Di dalam pidato Tuan, waktu ditanya sekali lagi oleh Paduka Tuan Fuku Kaityoo, Tuan menjawab:
"Saya tidak mau akan kebangsaan".
TUAN LIEM KOEN HIAN :
Bukan begitu. Ada sambungannya lagi .
TUAN SOEKARNO :
Kalau begitu, maaf, dan saya mengucapkan terima kasih, karena Tuan Liem Koen Hian pun menyetujui dasar kebangsaan. Saya tahu, banyak juga orang-orang Tionghoa klasik yang tidak mau akan dasar kebangsaan, karena mereka memeluk faham kosmopolitisme, yang mengatakan tidak ada kebangsaan, tidak ada bangsa. Bangsa Tionghoa dahulu banyak yang kena penyakit
kosmopolitisme, sehingga mereka berkata bahwa tidak ada bangsa Tionghoa, tidak ada bangsa Nippon, tidak ada bangsa India, tidak ada bangsa Arab, tetapi semuanya "menschheid", "peri-kemanusiaan". Tetapi Dr. Sun Yat Sen bangkit, memberi peng-ajaran kepada rakyat Tionghoa, bahwa a d a kebangsaan Tionghoa! Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, - katanya : jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. Tetapi pada tahun 1918, Alhamdulillah, ada orang lain yang mem-peringatkan saya, - ialah Dr. Sun Yat Sen! Di dalam tulisannya "San Min Chu I" atau "The Three People's Principles", saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmopolitisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah r a s a k e b a n g s a a n, oleh pengaruh "The Three People's Principles" itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa Bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat-sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, - sampai masuk ke lobang kubur.
( Anggauta-anggauta Tionghoa bertepuk tangan ).
Saudara-saudara. Tetapi tetapi memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya! Bahayanya ialah mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvinisme, sehingga berfaham "Indonesia uber Alles". Inilah bahayanya! Kita cinta tanah air yang satu, merasa berbangsa yang satu, mempunyai bahasa yang satu. Tetapi tanah air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada dunia! Ingatlah akan hal ini!
Gandhi berkata : " Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah peri-kemanusiaan ". " My nationalism is humanity ".
Kebangsaan yang kita anjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri, bukan chauvinisme, sebagai dikobar-kobarkan orang di Eropah, yang mengatakan "Deutschland uber Alles", tidak ada yang setinggi Jermania, yang katanya bangsanya minulyo, berambut jagung dan bermata biru, "bangsa Aria", yang dianggap-nya tertinggi di atas dunia, sedang bangsa lain-lain tidak ada harganya. Jangan kita berdiri di atas azas demikian, tuan- tuan, jangan berkata, bahwa bangsa Indonesia yang terbagus dan termulya, serta meremehkan bangsa lain. Kita harus menuju persatuan dunia, persaudaraan dunia.
Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.
Justru inilah prinsip saya yang kedua. Inilah filosofisch principe yang nomor dua, yang saya usulkan kepada tuan-tuan, yang boleh saya namakan "i n t e r n a s l o n a l i s m e". Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya bermaksud k o s m o - p o l i t i s m e , yang tidak mau adanya kebangsaan, yang mengatakan tidak ada Indonesia, tidak ada Nippon, tidak ada Birma, tidak ada Inggeris, tidak ada Amerika, dan lain-lainnya.
Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam tamansarinya internasionalisme. Jadi, dua hal ini, saudara-saudara, prinsip 1 dan prinsip 2, yang pertama-tama saya usulkan kepada tuan-tuan sekalian, adalah bergandengan erat satu sama lain.
Kemudian apakah dasar yang ke - 3 ? Dasar itu ialah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara " semua buat semua ", " satu buat semua, semua buat satu ". S a y a y a k i n , b a h w a s y a r a t y a n g m u t l a k u n t u k k u a t n y a n e g a r a I n d o n e s i a i a l a h p e r m u s y a w a r a t a n , p e r w a k i l a n .
Untuk pihak Islam, inilah tempat yang terbaik untuk memelihara agama. Kita, sayapun, adalah orang Islam, - maaf beribu-ribu maaf, keislaman saya jauh belum sempurna, - tetapi kalau saudara-saudara membuka saya punya dada, dan melihat saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak lain tidak bukan hati Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin membela Islam dalam mufakat, dalam permusyawaratan. Dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam Badan Perwakilan Rakyat.
Apa-apa yang belum memuaskan, kita bicarakan di dalam permusyawaratan. Badan Perwakilan, inilah tempat kita untuk mengemukakan tuntutan-tuntutan Islam. Di sinilah kita usulkan kepada pemimpin-pemimpin rakyat, apa-apa yang kita rasa perlu bagi perbaikan. Jikalau memang kita rakyat Islam, marilah kita bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian yang terbesar daripada kursi-kursi badan perwakilan Rakyat yang kita adakan, diduduki oleh utusan-utusan Islam. Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang bagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di dalam kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakkan segenap rakyat itu, agar supaya mengerahkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini. Ibaratnya badan perwakilan Rakyat 100 orang anggotanya, marilah kita bekerja, bekerja sekeras-kerasnya, agar supaya 60,70,80,90 utusan yang duduk dalam perwakilan rakyat ini orang Islam, pemuka-pemuka Islam. Dengan sendirinya hukum-hukum yang keluar dari badan perwakilan rakyat itu, hukum Islam pula. Malahan saya yakin, jikalau hal yang demikian itu nyata terjadi, barulah boleh dikatakan bahwa agama Islam benar-benar hidup di dalam jiwa rakyat, sehingga 60%, 70%, 80%, 90% utusan adalah orang Islam, pemuka-pemuka Islam, ulama-ulama Islam. Maka saya berkata, baru jikalau demikian, baru jikalau demikian, hiduplah Islam Indonesia, dan bukan Islam yang hanya di atas bibir saja. Kita berkata, 90% dari pada kita beragama Islam, tetapi lihatlah di dalam sidang ini berapa % yang memberikan suaranya kepada Islam ? Maaf seribu maaf, saya tanya hal itu! Bagi saya hal itu adalah satu bukti, bahwa Islam belum hidup sehidup-hidupnya di dalam kalangan rakyat. Oleh karena itu, saya minta kepada saudara-saudara sekalian, baik yang bukan Islam, maupun terutama yang Islam, setujuilah prinsip no. 3 ini, yaitu prinsip permusyawaratan, perwakilan. Dalam perwakilan nanti ada perjuangan sehebat-hebatnya. Tidak ada satu staat yang hidup betul-betul hidup, jikalau di dalam perwakilannya tidak seakan-akan bergolak mendidih kawah Candradimuka, kalau tidak ada perjuangan faham di dalamnya,. Baik di dalam staat Islam, maupun di dalam staat Kristen, perjuangan selamanya ada. Terimalah prinsip nomor 3, prinsip mufakat, prinsip perwakilan rakyat! Di dalam perwakilan rakyat saudara-saudara Islam dan saudara-saudara Kristen bekerjalah sehebat-hebatnya. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan negara Indonesia harus menurut Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari pada utusan-utusan yang masuk badan perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil, - fair play ! Tidak ada satu negara boleh dikatakan negara hidup, kalau tidak ada perjuangan di dalamnya. Jangan kira di Turki tidak ada perjuangan. Jangan kira dalam negara Nippon tidak ada pergeseran pikiran. Allah Subhanahu wa Ta'ala memberi pikiran kepada kita, agar supaya dalam pergaulan kita sehari-hari, kita selalu bergosok, seakan-akan menumbuk membersihkan gabah, supaya keluar daripadanya beras, dan beras itu akan menjadi nasi Indonesia yang sebaik-baiknya. Terimalah saudara-saudara, prinsip nomor 3, yaitu prinsip permusyawaratan!
Prinsip No. 4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu p r i n s i p k e s e j a h t e r a a n , p r i n s i p : t i d a k a k a n a d a k e m i s k i n a n d i d a l a m I n d o n e s i a M e r d e k a . Saya katakan tadi: prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min Chuan, Min Sheng: nationalism, democracy, socialism. Maka prinsip kita harus: Apakah kita mau Indonesia Merdeka, yang kaum kapitalnya merajalela, ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua orang cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang-pangan kepadanya? Mana yang kita pilih, saudara-saudara? Jangan saudara kira, bahwa kalau Badan Perwakilan Rakyat sudah ada, kita dengan sendirinya sudah mencapai kesejahteraan ini. Kita sudah lihat, di negara-negara Eropah adalah Badan Perwakilan, adalah parlementaire democratie. Tetapi tidakkah di Eropah justru kaum kapitalis merajalela ?
Di Amerika ada suatu Badan Perwakilan Rakyat, dan tidakkah di Amerika kaum kapitalis merajalela ? Tidakkah di seluruh benua barat kaum kapitalis merajalela ? Padahal ada Badan Perwakilan Rakyat! Tak lain tak bukan sebabnya, ialah oleh karena badan-badan perwakilan rakyat yang diadakan di sana itu, sekedar menurut resepnya Fransche Revolutie. Tak lain tak bukan adalah yang dinamakan democratie di sana itu hanyalah p o l i t i e k e democratie saja; semata-mata tidak ada sociale rechtvaardigheid, - tak ada k e a d i l a n s o s i a l , tidak ada e k o n o m i s c h e democratie sama sekali. Saudara-saudara, saya ingat akan kalimat seorang pemimpin Perancis, Jean Jaures, yang menggambarkan politieke democratie. "Di dalam Parlementaire Democratie”, kata Jean Jaures, " di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap orang mempunyai hak sama. Hak p o l i t i k yang sama, tiap-tiap orang boleh memilih, tiap-tiap orang boleh masuk di dalam parlemen. Tetapi adakah socialerechtvaardigheid, adakah kenyataan kesejahteraan di kalangan rakyat ?" Maka oleh karena itu Jean Jaures berkata lagi :
"Wakil kaum buruh yang mempunyai hak p o l i t i k itu, di dalam Parlemen dapat menjatuhkan minister. Ia seperti Raja! Tetapi di dalam dia punya tempat bekerja, di dalam paberik, sekarang ia menjatuhkan minister, besok dia dapat dilempar ke luar ke jalan raya, di bikin werkloos, tidak dapat makan suatu apa".
Adakah keadaan yang demikian ini yang kita kehendaki ?
Saudara-saudara, saya usulkan : Kalau kita mencari demo-krasi, hendaknya bukan demokrasi barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni p o l i t i e k e – e c o n o m i s c h e democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial! Rakyat Indonesia sudah lama bicara tentang hal ini. Apakah yang dimaksud dengan Ratu Adil ? yang dimaksud dengan faham Ratu Adil, ialah sociale rechtvaardigheid. Rakyat ingin sejahtera. Rakyat yang tadinya merasa dirinya kurang makan kurang pakaian, menciptakan dunia-baru yang di dalamnya a d a keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Maka oleh karena itu, jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencinta rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan p o l i t i k , saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan e k o n o m i kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersama yang sebaik-baiknya.
Saudara-saudara, badan permusyawaratan yang kita akan buat, hendaknya bukan badan permusyawaratan politieke democratie saja, tetapi badan yang b e r s a m a d e n g a n m a s y a r a k a t dapat mewujudkan dua prinsip : politieke rechtvaardigheid dan sociale rechtvaardigheid.
Kita akan bicarakan hal-hal ini bersama-sama, saudara-saudara, di dalam badan permusyawaratan. Saya ulangi lagi, segala hal akan kita selesaikan, segala hal! Juga di dalam urusan kepala negara, saya terus terang, saya tidak akan memilih monarchie. Apa sebab ? Oleh karena monarchie "vooronderstelt erfellijkheid", - turun-temurun. Saya orang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam, saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam mengatakan bahwa kepala-kepala negara, baik kalif, maupun Amirulmu'minin, harus dipilih oleh rakyat ? Tiap-tiap kali kita mengadakan kepala negara, kita pilih. Jikalau pada suatu hari Ki Bagoes Hadikoesoemo misalnya, menjadi kepala negara Indonesia, dan mangkat, mening-gal dunia, jangan anaknya Ki Hadikoesoemo dengan sendirinya, dengan automatis menjadi pengganti Ki Hadikoesoemo. Maka oleh karena itu saya tidak mufakat kepada prinsip monarchie itu.
Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip :
Kebangsaan Indonesia.
Internasionalisme, - atau peri-kemanusiaan.
Mufakat, - atau Demokrasi.
Kesejaahteraan Sosial.
Prinsip yang kelima hendaknya: Menyusun Indonesia Merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Prinsip K e t u h a n a n ! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya bertuhan Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang Islam bertuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoisme-agama. Dan hendak-nya N e g a r a Indonesia satu N e g a r a yang ber-Tuhan!
Marilah kita amalkan, jalankan agama, baik Islam maupun Kristen dengan cara yang b e r k e a d a b a n. Apakah cara yang berkeadaban itu? Ialah h o r m a t - m e n g h o r m a t i s a t u s a m a l a i n .
(Tepuk tangan sebagian hadirin).
Nabi Muhammad s.a.w. telah memberi bukti yang cukup tentang verdraagzaamheid, tentang menghormati agana-agama lain. Nabi Isa pun telah menunjukkan verdraagzaamheid itu. Marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini, sesuai dengan itu, menyatakan : bahwa prinsip kelima dari pada Negara kita, ialah K e t u h a n a n y a n g b e r k e b u d a y a a n , Ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, Ketuhanan yang hormat-menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berazaskan Ketuhanan Yang Maha Esa !
Di sinilah, dalam pangkuan azas yang kelima inilah, saudara-saudara, segenap agama yang ada di Indonesia sekarang ini, akan mendapat tempat yang sebaik-baiknya. Dan Negara kita akan bertuhan pula !
Ingatlah, prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, di situlah tempatnya kita mempropagandakan ide kita masing-masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam, yaitu dengan cara yang berkebudayaan !
Saudara-saudara ! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan d a s a r . Saya senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita mempunyai panca indera. Apalagi yang lima bilangannya? (Seorang yang hadir : Pandawa lima). Pendawa pun lima orang-nya. Sekarang banyaknya prinsip : kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan dan ketuhanan, lima pula bilangannya.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namanya ialah P a n c a s i l a . Sila artinya a z a s atau d a s a r, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi.
(Tepuk tangan riuh).
Atau, barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu ? Saya boleh peras, sehingga tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya, apakah perasan yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri-kemanusiaan, saya peras menjadi satu : itulah yang da-hulu saya namakan s o c i o - n a s i o n a l i s m e.
Dan demokrasi yang bukan demokrasi barat, tetapi politieke-economische democratic, yaitu politieke demokrasi dengan sociale rechtvaardigheid, demokrasi d e n g a n kesejahteraan, saya peras-kan pula menjadi satu : Inilah yang dulu saya namakan s o c i o - d e m o c r a t i e.
Tinggal lagi ketuhanan yang menghormati satu sama lain.
Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga : socio-nationalisme, socio-demokratie, dan ketuhanan. Kalau Tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua Tuan-tuan senang kepada Trisila ini, dan minta satu, satu dasar saja ? Baiklah saya jadikan satu, saya kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?
Sebagai tadi telah saya katakan : kita mendirikan Negara Indonesia, yang k i t a s e m u a harus mendukungnya. S e m u a b u a t s e m u a ! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, - s e m u a b u a t s e m u a ! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan g o t o n g r o y o n g . Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara g o t o n g - r o y o n g !
Alangkah hebatnya! N e g a r a G o t o n g R o y o n g !
(Tepuk tangan riuh rendah).
” Gotong Royong adalah faham yang d i n a m i s , lebih dinamis dari kekeluargaan, saudara-saudara ! Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi gotong-royong meng-gambarkan satu usaha, satu amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang terhormat Soekardjo satu karyo, satu gawe. Marilah kita menyelesaikan karyo, gawe, pekerjaan, amal ini, b e r s a m a - s a m a ! Gotong royong adalah pembantingan tulang bersama, pemerasan - keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. A m a l semua buat kepentingan semua, k e r i n g a t semua buat kebahagiaan semua. Holopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama ! Itulah Gotong Royong !
(Tepuk tangan riuh rendah).
Prinsip Gotong Royong di antara yang kaya dan yang tidak kaya, antara yang Islam dan yang Kristen, antara yang bukan Indonesia tulen dengan peranakan yang menjadi bangsa Indonesia. Inilah saudara-saudara, yang saya usulkan kepada saudara-saudara.
Pancasila mejadi Trisila, Trisila menjadi Ekasila. Tetapi terserah kepada Tuan-tuan, mana yang Tuan-tuan pilih : Trisila, Ekasila ataukah Pancasila? I s i n y a telah saya katakan kepada saudara-saudara semuanya. Prinsip-prinsip seperti yang saya usulkan kepada saudara-saudara ini, adalah prinsip untuk Indonesia Merdeka yang abadi. Puluhan tahun dadaku telah menggelora dengan prinsip-prinsip itu. Tetapi jangan lupa, kita hidup di dalam masa peperangan, saudara-saudara. Di dalam masa peperangan itulah kita mendirikan Negara Indonesia, - di dalam gunturnya peperangan! Bahkan saya mengucap syukur Alhamdulillah kepada Allah Subhanahu wa taala, bahwa kita mendirikan negara Indonesia bukan di dalam sinarnya bulan purnama, tetapi di bawah palu godam peperangan dan di dalam api peperangan. Timbullah Indonesia Merdeka, Indonesia yang gemblengan, Indonesia Merdeka yang digembleng dalam api peperangan, dan Indonesia Merdeka yang demikian itu adalah Negara Indonesia yang kuat, bukan Negara Indonesia yang lambat laun menjadi bubur. Karena itulah saya mengucap syukur kepada Allah s.w.t.
Berhubung dengan itu, sebagai yang diusulkan oleh beberapa pembicara-pembicara tadi, barangkali perlu diadakan nood-maatregel, peraturan yang bersifat sementara. Tetapi dasarnya, isinya Indonesia Merdeka yang kekal abadi menurut pendapat saya, haruslah Pancasila. Sebagai dikatakan tadi, saudara-saudara, itulah harus Weltanschauung kita. Entah saudara-saudara mufakatinya atau tidak, tetapi saya berjuang sejak tahun 1918 sampai 1945 sekarang ini untuk Weltanschauung itu. Untuk membentuk nasionalistis Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia; untuk kebangsaaan Indonesia yang hidup di dalam peri-kemanusiaan; untuk permufakatan; untuk sosiale rechtvaardig-heid; untuk ke -Tuhanan. Pancasila, itulah yang berkobar-kobar di dalam dada saya sejak berpuluh tahun. Tetapi, saudara-saudara, diterima atau tidak, terserah kepada saudara-saudara. Tetapi saya sendiri mengerti seinsyaf-insyafnya, bahwa tidak ada satu Weltan-schauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu Weltanschauung dapat menjadi k e n y a t a a n , menjadi r e a l i t e i t , jika tidak dengan p e r j u a n g a n !
Jangan pun Weltanschauung yang diadakan oleh manusia, jangan pun yang diadakan oleh Hitler, oleh Stalin, oleh Lenin, oleh Sun Yat Sen !
D e M e n s c h , - manusia! -, harus p e r j u a n g k a n itu. Zonder perjuangan itu tidaklah ia akan menjadi realiteit! Leninisme tidak bisa menjadi realiteit zonder perjuangan seluruh rakyat Rusia, San Min Chu I tidak dapat menjadi kenyataan zonder perjuangan bangsa Tionghoa, saudara-saudara ! Tidak !
Bahkan saya berkata lebih lagi dari itu : zonder perjuangan manusia, tidak ada satu hal agama, tidak ada satu cita-cita agama, yang dapat menjadi realiteit. Jangan pun buatan manusia, sedangkan perintah Tuhan yang tertulis di dalam kitab Quran, zwart op wit (tertulis di atas kertas), tidak dapat menjelma menjadi realiteit zonder perjuangan manusia yang dinamakan umat Islam. Begitu pula perkataan-perkataan yang tertulis di dalam kitab Injil, cita-cita yang termasuk di dalamnya tidak dapat menjelma zonder perjuangan umat Kristen.
Maka dari itu, jikalau bangsa Indonesia ingin supaya Pancasila yang saya usulkan itu, menjadi satu realiteit, yakni jikalau kita ingin hidup menjadi satu bangsa, satu nationaliteit yang merdeka, ingin hidup sebagai anggota dunia yang merdeka, yang penuh dengan peri-kemanusiaan, ingin hidup di atas dasar permusya-waratan, ingin hidup sempurna dengan sociale rechtvaardigheid, ingin hidup dengan sejahtera dan aman, dengan ke -Tuhanan yang luas dan sempurna, - janganlah lupa akan syarat untuk menyelenggarakannya, ialah perjuangan, perjuangan, dan sekali lagi perjuangan. Jangan mengira bahwa dengan berdirinya Negara Indonesia Merdeka itu perjuangan kita telah berakhir. Tidak ! Bahkan saya berkata: D i d a l a m Indonesia Merdeka itu perjuangan kita harus berjalan terus, hanya lain sifatnya dengan perjuangan sekarang, lain coraknya. Nanti kita bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjuang t e r u s menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Pancasila. Dan terutama di dalam zaman peperangan ini, yakinlah, insyaflah, tanamkanlah dalam kalbu saudara-saudara, bahwa Indonesia Merdeka tidak dapat datang jika bangsa Indonesia tidak berani mengambil resiko, - tidak berani terjun menyelami mutiara di dalam samudera yang sedalam-dalamnya. Jikalau bangsa Indonesia tidak bersatu dan tidak menekadkan mati-matian untuk mencapai merdeka, tidaklah kemerdekaan Indonesia itu akan menjadi milik bangsa Indonesia buat selama-lamanya, sampai ke akhir jaman ! Kemerdekaan hanyalah diperdapat dan dimiliki oleh bangsa, yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad Merdeka, - merdeka atau mati !
(Tepuk tangan riuh).
Saudara-saudara! Demikianlah saya punya jawab atas pertanyaan Paduka tuan Ketua. Saya minta maaf, bahwa pidato saya ini menjadi panjang lebar, dan sudah meminta tempo yang sedikit lama, dan saya juga minta maaf, karena saya telah mengadakan kritik terhadap catatan Zimukyokutyoo yang saya anggap verschrikkelijk zwaarwichtig itu.
Terima kasih!.
(Tepuk tangan riuh rendah dari segenap hadirin)
Lampiran
UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
P E M B U K A A N
( P r e a m b u l e )
Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang - Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusya-waratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
------------------------
D E K R I T P R E S I D E N
Dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha Esa
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG.
Dengan ini menyatakan dengan khidmat :
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang Undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada segenap Rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959, tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagai-mana ditentukan dalam Undang Undang Dasar Sementara;
Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar Anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh rakyat kepadanya;
Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketata-negaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur;
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar Rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;
Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni l945 menjiwai Undang-undang Dasar l945 dan adalah merupakan suatu rangkaian-kesatuan dengan Konstitusi tersebut;
Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,
KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/
PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG
Menetapkan pembubaran Konstituante;
Menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 Juli 1959.
Atas nama Rakyat Indonesia,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/
PANGLIMA TERTINGGI ANGGATAN PERANG,
SOEKARNO