Keributan Di Pentas Demokrasi
Budi Nurhamidin, S.Sos |
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan
harus ada interaksi antara satu sama lain untuk keberlangsungan hidupnya, maka
dalam kehidupan bermasyarakat tentunya ada norma yang harus dihargai sebagai
aturan yang berlaku untuk mengatur tatanan serta hubungan dalam bermasyarakat.
Begitu juga dengan kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya ada aturan yang
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara bagi setiap masyarakat baik dalam
konteks struktural maupun dalam konteks bermasyarakat.
Setiap negara
pasti memiliki sistem politik tertentu, termasuk Indonesia. Sistem politik bagi
setiap Bangsa merupakan jantung atau urat nadi yang menjadi saluran darah bagi
keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara yang sehat dan sejahtera. Fungsi
sistem politik yang sehat dan sejahtera tertumpu pada harapan yang besar dari
bangsa dan negara untuk mengartikulasi aliran darah bagi tumbuh dan berkembangnya
berbagai aspek kehidupan negara. Aspek-aspek dimaksut meliputi aspek ideologi,
ekonomi, politik, sosial budaya [1]
dan agama.
Kondisi sistem politik dewasa ini yang berlaku didalam negara Indonesia
saat ini sangat memprihatinkan terutama ketika dimanfaatkan oleh oknum yang
memegang kendali pemerintahan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan Hanafi, telah datang suatu masa
bagi generasi kita untuk melampaui sikap primordialisme yang ekstrim, termasuk
didalamnya pengkafiran dan penghianatan, baik dalam pemikiran maupun dalam
tindakan dan memberanguskan seluruh jenis ijtihad umat dan tidak menyisakan
apapun kecuali ijtihad dari otoritas dari para penguasa.[2]
Ijtihad pembenaran saat ini bukan hanya digunakan oleh otoritas yang berkuasa
saja, akan tetapi searing dilakun oleh para kontestan politik dan timnya untuk
mempengaruhi masyarakat dengan tujuan untuk megambil simpati serta suara dalam
pemilihan dalam pentas demokrasi.
Bagaimana mungkin bisa memberikan kesejahtraan pada rakyatnya
ketika kepentingan lebih tinggi dibandingkan dengan memberikan kesejahtraan
pada rakyarnya secara menyeluruh ketika nilai dari otoritas kebenaran umat
sudah dianulir dengan narasi kepentingan, maka nilai kebenaran itu akan hilang
dan yang akan tersisa tinggalah kepentingan hasrat individu maupun kelompok
tertentu serta tujuan untuk mempersatukan umat dan bangsa hanya akan menjadi
impian semu bagi rakyatnya.
Indonesia merupakan negara demokrasi, itulah cita-cita kita semua
dan sudah menjadi pandangan para pendiri Republik ini dan merupakan salah satu
unsur untuk berjuang memperthankan kemerdekaan. Oleh karena itu seperti yang
dikatan Willy Eichler suatu negara bisa disebut demokratis jika padanya
terdapat proses-proses perkembangan menuju kearah keadaan yang lebih baik dalam
melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan asasi, dan dalam memberikan hak kepada
masyarakat untuk mewujutkan nilai-nilai itu.[3]
Masyarakat demokrais cenderung ribut, akan tetapi keributan yang
terjadi merupakan kemunduran bagi bangsa ini karena keributan itu yang
menghambat perkembangan serta kemajuan bangsa. Dengan kecanggihan teknologi
sarta semakin cepatnya akses berita yang tersebar ikut menambah keributan dalam
pentas demokrasi dikarenakan banyaknya calo-calo politik yang memanfaatkan
dengan tujuan untuk mempengaruhi opini masyarakat walaupun apa yang
disampaiakan itu merupakan suatu pembenaran. Seharusnya demokrasi kita
memberikan kebebasan yang beretika yang bertujuan untuk memberikan edukasi yang
baik bukan malah sebaliknya, maka janagn heran ketika saat ini kita melihat
dimedia sosial, tv dan media lainnya yang ada hanya pertarungan opini dengan
saling menjatuhkan, memfitnah bahkan mencaci maki satu sama lain tanpa
mengedepankan etika politik santun.
Lebih parahnya lagi argumentasi ataupun berita yang disebarkan
memanfaatkan agama sebagai sarana pembenaran dalam membenarkan salah satu
calon. Mengingat perkataan Karl Marx yang mengatakan agama telah candu, namun
dalam pemahaman serta tulisan ini saya memberikan argumentasi terkait
pernyataan Marx, agama saat ini memang telah candu dikarenakan agama hanya
dijadikan sebagai topeng pembenaran atau sebagai jembatan untuk mencapai
kepentingan tanpa memaknai dari tujuan agama yang sebenarnya. Letak kebenaran
agama hari ini telah dirusak oleh otoritas kelompok yang membabibuta untuk
merauh keuntungan sebesar-besarnya dari negara ini.
Bagaimana mungkin masyarakat dituntut untuk menjaga keamanan
sedangkan keributn dalam kontes politk semakin gencar, walaupun begitu banyak
kegiatan sosialisasi yang berbasis kebangsaan yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat sedangkan pemerintah sendiri masih tejebak pada pusara keributan
tersebut. Jangan sampai kegiatan yang berbasis kebangsaan serta pesta demokrasi
yang sebentar lagi akan dilaksanakan hanya menjadi wadah penggugur kewajiban
tanpa ada output yang jelas kepada rakyat. Terkadang saya berfikir ada benarnya
juga pepatah yang berbunyi “guru kencing berdiri murit kencing berlari”
ini menggambarkan tidak ada keselaran antara perkataan serta perbuatan dalam
mendidik rakyat dalam pentas demokrasi, mungkin istilah ini bisa menjadi
renungan bagi kita semua untuk memperbaikan cara hidup berbangsa dan bernegara.
Jika persoalan ini terus terjadi dampak yang akan kita rasakan
yakni dengan semakin mundurnya sistem politik serta demokrasi kita yang
mengakibatkan semakin terpuruknya negeri ini. Maka dari itu mari sama-sama kita
memaknai cara berpolitik yang cerdas dan santun agar keributan ini akan terselesaikan,
tinggalkan kepentingan yang berbasis kelompok dan mari kita membangun
kepentingan untuk memberikan kesejahtraan kepada seluruh elemen masyarakat agar
kita bisa merasakan kebahagiaan serta kesejahtraan untuk mewujutkan mimpi
sebagai negara yang tantran dan damai.
[1] Sahya Anggara,
Sistem Poliitik Indnesia, (Bandung :
CV Pustaka Setia, 2013), Cet 1, h. v
[2] Hasan Hanafi
dan Muhammad ‘Abid al Jabiri, Dialog Timur dan Barat, (Yogyakarta :
IRCiSoD, 2015), h. 36
[3] Nurcholis
Madjid, Cendikiawan dan Religiusitas Masyarakat, (Jakarta : Paramadina, 2009),
Cet. 2, h. 5
Oleh
Budi Nurhamidin, S.Sos
(Mantan Ketua Pimpinan Cabang IMM Gorontalo periode 2017-2018)