MAHASISWA DALAM PUSARA POLITIK



 

Oleh
Budi Nurhamidin, S.Sos
(Mantan Ketua Pimpinan Cabang IMM Gorontalo periode 2017-2018)

Diera masa perjuangan bangsa Indonesia untuk mengusir penjajah dari bangsa ini tidak lepas dari peran para pemuda. Dimana sepirit perjuangan serta semangat yang membara yang lahir dari dalam tubuh pemuda saat itu untuk melepaskan ketertindasan rakyat ndonesia dari penjajah sangatlah besar. Untuk mencapai semanagat perjuangan, para pemuda berlomba-lomba belajar untuk menambah wawasan serta pengetahuan agar sadar bahwasanya bangsa ini sementara hidup dalam tekanan serta kemelaratan ditanah yang subur.

            BACA JUGA : TOLERANSI HIDUP BERAGAMA DAN BERMASYARAKAT

Selama perjalan bangsa Indonesia tentu banyak peran dari mahasiswa agar mampu memberikan kritikan, ide serta gagasan untuk membantu meluruskan arah perjuangan serta cita-cita bangsa ini. Didalam sejarah bangsa, peran dari mahasiswa yang masih teringat serta membekas sampai saat ini yaitu masa Revormasi yang terjadi pada tahun 1998 atau sekitar 20 tahun yang lalu, dimana mahasiswa menumbangkan rezim Soeharto yang di anggap sebagai rezim yang otoriter dan tidak memberikan ruang kebebasan kepada mayarakat untuk menyampaikan aspirasinya.

           BACA JUGA : KONSTITUSI DAN AGAMA UNTUK GENERASI MILENIAL

Akan tetapi pasca orde baru para mahasiswa mulai luntur dari gerakan untuk memperjuangkan hak serta aspirasi masyarakat karena tuntutan jaman yang semakin modern dan semakin tingginya interfensi paratai politik (praktis) yang bertujuan membungkam gerakan dari para kaum pejuang yang memiliki intelektual serta integritas yang tinggi dan mahasiswapun tidak mampu keluar dari sifat prakmatis, entah mahasiswa sudah tidak mampu memfilter atau dangkalnya pengetahuan yang dimiliki mahasiswa ataukan mahasiswa sudah terjebak pada modernisasi sampai begitu mudah dimanfaatkan oleh para politikus. Disinilah mahasiswa harus menyadari bahwasanya mahasiswa telah dihegemoni oleh politik praktis yang hanya bertujuan untuk memenuhi hasrat pribadi.


Mungkin salah satu gejala lunturnya gerakan mahasiswa yakni adanya gejala modernisasi, karena modernisasi sudah merambah kesemua sektor kehidupan manusia, ruang prifat maupun publik, dari modernisasi teknologi (materi) sampai modernisasi ditingkat gagasan (ide, nonmateril),[1] modernisasi ini yang merubah pola gerakan mahasiswa. Gerakan-gerakan mahasiswa yang dulunya dilakukan untuk menjawab berbagai masalah dan tantangan sosial akan tetapi gerakan yang dilakukaan saat ini sebagian besar hanyalah iforia untuk mencari panggung ketenaran serta ajang gaya-gayaan dan gerakan yang dilakukan dibaasi oleh sekat kelompok atau organisasi (tidak ada persatuan gerakan).

Sebagai mahasiswa tentunya kita harus membangun jiwa solidaritas yang tidak dibatasi oleh sekat kelompok atau egoisme diri. Kita sebagai mahasiswa harus mampu menjawab bebagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Oleh karenanya mahasiswa harus memahami filosofis dari gerakan itu sendiri.
a.       Liberalisasi ini merupakn kebebasan kita untuk selalu belajar tanpa ada batasan waktu serta batasan keluh kesah dalam lelahnya belajar.
b.      Sterilisasi merupakan tidak adanya indikasi-indikasi kepentingan yang bertujuan kepada kepuasan pribadi.
c.       Kristalisasi,[2] harus adanya bentuk perbuatan yang ikhlas dan tulus untuk menyampaikan apa yang menjadi keluh kesah dan persoalan yang dihadapi masyarakat.
Memang kita semua menyadari dalam kehidupan tidak terlepas dari politik, akan tetapi peran politik yang harus diperankan oleh mahasiswa tentunya adalah untuk memberikan pencerdasan kepada masyarakat yang kemudian bertujuan untuk menjawab seluruh tekanan yang dilakukan oleh kaum elit politik yang memiliki kepentingan pribadi dan kelompok yang akhirnya akan berujung pada penindasan.
Prof. Edward Shils, seorang pemikir penting tentang universitas dari universitas Chicagi, Amerika Serikat menulis buku tentang “Etika Akademis” didalam buku itu dijelaskan bahwa tugas utama universitas adalah secara metodologis harus menemukan dan mengajarkan kebenaran-kebanaran terkait hal-hal serius dan penting.[3] Sebagai mahasiswa tentu kita harus menyadari bahwasanya kita merupakan kaum terpelajar yang memiliki tugas utama untuk selalu mencari kebenaran untuk mengasah nilai intektual, spritual dan nilai kemasyarakatan, karena lembaga yang menaungi mahasiswa merupakan lembaga tertinggi dalam sektor pendidikan.





[1] Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2014), Cet. III, h. 171
[2] Makrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar, Ibid., h. 201
[3] Syamsu Qamar Badu dan Basri Amin, Civitas Akademica Universitas dan Identitasnya, (Jakarta : PT Pustaka Indonesia Pres, 2012), h. 3


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url