SKORSING MAHASISWA REKTOR DINILAI TIDAK TAHU ATURAN DAN TIDAK MANUSIAWI
Lembar Paraf Naskah Dinas (19/10/2018) |
Gorontalo, Sangfajarnews.com – Himpunan Mahasiswa Program
Studi (HMPS) Pendidikan Ekonomi dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan
Ekonomi menilai Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Negeri Gorontalo Nomor
1100/UN47/HK/2018 tentang Penetapan Sanksi skorsing bagi mahasiswa Program
Studi Pendidikan Ekonomi Dan Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Gorontalo (UNG) ialah keputusan yang tidak ada landasan hukum
dan tidak manusiawi.
Ketua HMJ Pendidikan Ekonomi Abdul Wahid Lasampe mengatakan
sanksi skorsing itu keluar tanpa landasan hukum yang jelas. Karena, tata cara
pelaksanaan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) tidak diatur dalam
Buku Pedoman Akademik, Standar Operating
Procedures
(SOP)
maupun Peraturan lainnnya yang diterapkan dalam kampus Universitas Negeri
Gorontalo (UNG).
“Ini tidak
pernah diatur dalam Pedoman Akademik, SOP atau Peraturan lainnnya di kampus
UNG. Nah, jika memang terjadi kelalaian
dan kesalahan Pengurus HMPS/HMJ seharusnya dibentuk Tim Verifikasi dan Validasi
untuk menelusuri terhadap kasus yang terjadi.” Ujar Abdul saat
dikompirmasi via whatsaap. (20/10)
Abdul
mengemukakan
bahwasanya SK tersebut terkesan tanpa prosedur dan dasar hukum yang jelas. Sehingga,
nilai-nilai perikemanusian sudah tidak digunakan.
“Menurut saya ini adalah keputusan
sepihak. Karena secara procedural, apapun usulan dari Pimpinan Fakultas ke
Rektor UNG seharusnya Rektor tidak langsung menandatangani SK tersebut. Kecuali,
itu harus membentuk Tim Khusus Akademik dan Kemahasiswaan, serta tetap dibahas
pada Rapat Senat Universitas Negeri Gorontalo.
Jelas di dalam pemberian SK skorsing ini tidak lagi dipikirkan secara
baik, sehingganya perikemanusiaan sudah tak digunakan lagi. Kami adalah anak asuh mereka, kok setega itu
memberikan sanksi berat ini kepda kami.” Tutur Abdul Wahid kepada
wartawan sangfajarnews.com.
Seharusnya, pihak
lembaga kampus itu tidak wajar untuk melarang kegiatan Organisasi Mahasiswa
(ORMAWA) intra kampus. Karena, setiap kegiatan itu bermuara pada pembentukan
mental dan karakter mahasiswa itu sendiri. Yang seharusnya mereka lakukan ialah
mengawasi seluruh kegiatan.
“Seharusnya kegiatan diluar kampus
itu mereka awasi bukan untuk dilarang. Sebab, kegiatan mahasiswa dalam bentuk
apapun dan dimanapun bermuara pada kreativitas mahasiswa itu sendiri. Apalagi
kalau kegiatan itu dalam bentuk Latihan Dasar Kepemimpinan. Kecuali, demo yang
anarkis yang tidak bisa ditolerir.” Pungkas Abdul Wahid (19/10)
Disisi lain, Ketua panitia pelaksana Fransmulya Herman
mengatakan bahwa dalam surat keputusan ini tidak ada keadilan karena dari 109
orang yang melakukan pelanggaran hanya 54 yang diberikan sanksi berupa skorsing
dan sanksinya pun tidak merata
“Dari
jumlah keseluruhan 109 orang mengapa
hanya 54 orang yang diskorsing sementara yang lain tidak.” Tutur
Frans (19/09)
Nama-Nama Mahasiswa Yang Diskorsing (Klik gambar ini kalau ingin melihat jumlah keseluruhan yang di skorsing) |
Ia sesalkan keputusan tersebut hanya sepihak sebab yang melaksanakan kegiatan itu hampir semua jurusan yang ada di UNG tapi kenyataannya hanya mereka yang diskorsing.
“yang
sangat kami sesalkan itu, banyak jurusan yang melaksanakan kegiatan yang serupa
tapi hanya kami yang diskorsing sementara yang lain dibiarkan.” Ungkap
Frans (19/09)
Sementara itu, Ketua Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS)
Pendidikan Ekonomi Arbain mengatakan,
keluarnya surat keputusan tentang skorsing tersebut karena
kami menyelenggarakan kegiatan trending organisasi atau Latihan Dasar
Kepemimpinan (LDK) di Desa Boidu Kec. Bolango Utara dari tanggal 20-23
September yang lalu. Tanpa ada konfirmasi ke-pihak
Prodi, Jurusan, dan juga Fakultas Ekonomi. Karena hal inilah yang memancing
kemarahan ataupun stigma negatif dari pihak lembaga, sehingga kami dijatuhkan
skorsing.
“SK rektor itu keluar karena kami melaksanakan kegiatan trending organisasi atau
LDK di Desa Boidu Kec. Bolango Utara dari tanggal 20-23 September bulan lalu.
Dan hal inilah yang menyebabkan pihak lembaga mengeluarkan surat keputusan
berupa skorsingkepada kami” Jelas Arbain (19/10)
Mereka mengaku sangat keberatan dengan keputusan tersebut.
Karena, sanksi yang diberikan tidak sesuai dengan pelanggaran yang mereka
lakukan. Dari 109 orang jumlah keseluruhan yang melakukan pelanggaran, hanya
62 yang diberikan sanksi berupa skorsing dengan
alasan hanya mereka yang melakukan kontak fisik dalam kegiatan tersebut.
“Kami dari mahasiswa
sangat keberatan dengan keluarnya SK skorsing ini. Karena,
sanksi yang diberikan itu sudah tidak sesuai dengan pelanggaran yang kami lakukan. Dari 109 orang
jumlah keseluruhan yang melakukan pelanggaran, hanya 62 yang diberikan sanksi
berupa skorsing dengan alasan katanya yang melakukan kontak fisik hanya 62 orang
tersebut. Apalagi,
LDK ini tidak diatur
dalam peraturan UNG. Jadi, walaupun kami membuat kegiatan LDK illegal, itu tidak jadi permasalahan yang serius.
Kecuali, ada peserta yang merasa keberatan dengan adanya kegiatan ini.” Kata
Arbain. (09/10)
Arbain menilai hal tersebut merupakan tindakan yang
keliru dan tanpa ada pertimbangan perikemanusiaan
dalam mengeluarkan keputusan.
“Menurut
saya ini merupakan langkah yang keliru. Karena, SK rektor dikeluarkan tanpa
menelaah dan juga tidak mempertimbangkan apa yang di keluarkan. Mereka
memutuskan tidak melihat konteks kemanusiaan. Karena, ini mempertaruhkan masa
depan kami mahasiswa pendidikan ekonomi dan administrasi publik” Ujar
Arbain (19/10)
Mereka berharap kepada
lembaga kampus untuk menarik kembali sanksi skorsing yang telah diberikan
kepada mereka.
“Kami
berharap sekaligus memohon agar pihak lembaga kampus menarik kembali SK yang
telah dikeluarkan. Dan mempertimbangkan kembali sanksi yang dijatuhkan kepada
kami. Karena, sanksi yang diberikan itu sudah tidak sesuai dengan pelanggaran
yang kami lakukan sebab LDK ini tidak diatur dalam peraturan UNG.” Pungkas
Arbain
Salah seorang mahasiswa dari Program Studi
Pendidikan Ekonomi yang juga jadi peserta dalam kegiatan LDK bernama Alis (red:
nama samaran) ia mengatakan tidak keberatan dengan pelaksanaan kegiatan itu,
karena itu merupakan budaya organisasi yang harus dipertahnakan.
“Saya tidak keberatan jadi peserta dalam
kegiatan ini, sebab ini kebiasaan atau budaya organisasi yang harus
dijalankan.” Ungkap
Alis (09/10) (M.N)
Editor : W.L
Editor : W.L