TOLERANSI HIDUP BERAGAMA DAN BERMASYARAKAT
Oleh
Budi Nurhamidin, S.Sos
(Mantan Ketua Pimpinan Cabang IMM Gorontalo periode 2017-2018)
|
Fakta sosial diatas
merupakan konsep utama dalam melihat realitas social. Fakta social
didefinisikan sebagai sesuatu yang umum yang mencakup keseluruhan masyarakat.
Hukum, moral, keyakinan, kebiasaan, dan mode adalah fakta social. Didalam
fakta-fakta social itu terdapat fungsi-fungsi sebagai kebutuhan umum dari
orgasme social. Disetiap negara pasti
memiliki budaya yang beragam begitu juga dengan Bangsa Indonesia, Bangsa
Indonesia merupakan sebuah bangsa dengan corak masyarakat yang plural
(pluralistic society). Kenyataan ini sebenarnya tidak lepas dari pluralitas
bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai elemen bangsa yang tidak sama.
Permasalah terkait
dengan agama merupakan domain pribadi setiap orang fakta social ini dijabarkan dalam beberapa
gejala social yang abstrak, misalnya hukum, adat kebiasaan, norma, bahasa dan
agama. Dalam fakta gejala social berbeda dengan gejala individu gejala social merupakan kejala yang dialami
oleh suatu kelompok agama, suku, budaya dan sebagainya, sedangkan gejala
individu merupakan gejala yang di alami oleh individu itu sendiri.
Ada pendapat yang
mengatakan bahwa semua orang itu memiliki perbedaan atau secara istilah disebut
“different thinking, different opinion, different analysis, and too different
action” dan perbedaan itu terjadi karena dilatarbelakangi oleh berbagai sebab,
seperti latar belakang experience, reference, keluarga, pendidikan, organisasi,
dan lain sebagainya. Dimana perbedaan ini secara langsung dan tidak langsung
telah melahirkan konflik.
Konflik merupakan
ketidak sesuaian nilai dan tujuan yang
di hasilkan oleh individu atau kelompok, karena mereka yang terlibat memiliki
perbedaan sikap, kepercayaan, nilai atau kebutuhan. Oleh karena itulah menurut Hobes manusia
adalah srigala bagi yang lainnya (homo homimi lupus) yang mencerminkan bahwa di
antara manusia selalu diwarnai oleh pola relasi dominasi dan penindasan.
Agama adalah sistem
yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepad Tuhan Yang Maha
Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia serta
antar manusi dengan lingkungannya. Agama
merupakan jembatan penghubung antara manusia dengan tuhan-Nya berdasarkan pada
iman melalui wahyu, menunjukkan kebenaran “Nan-ilahi” atau kebenaran teologis
mutlak atau absolute. Kebenaran penafsiran ajaran agama yang berdasarkan
kemampuan manusia terutama mengenai permasalahan yang berhubungan dengan
kemasyarakatan masih dapat ditingkatkan derajat ketepatannya sesuai dengan
keadaan zaman.
Realitas tentang
pluralitas atau kemajemukan bagi umat muslim sesungguhnya memiliki landasan
normatif dalam ajaran islam itu sendiri. Didalam Al-Qur’an Surah Al-Hujarat
ayat 13 digambarkan bagaiman pluralitas atau kemajemukan ini nyata adanya dalam
kehidupan sosial kmasyarakatan.
“Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesunguhnya Allah maha mengetahui lagi
maha mengenal.”
Melalui analisis
sementara ahli perbandingan agama, dari enam agama besar yang ada di dunia,
kita mengenal pembagian agama dakwah dan agama nondakwah. Adapun yang menjadi
tolak ukur dalam menentukan kategori itu ditentukan berdasarkan ada tidaknya
tuntunan penyebaran ajaran dalam doktrinnya. Agama Islam, Kristen dan Buddha
termaduk agama dakwah sedangkan Agama Yahudi, Majusi, dan Hindu termasuk agama
non dakwah.
Didalam kehidupan
bermasyarakat yang plural tentu harus ada landasan hidup untuk saling toleransi
antar umat beragama dan semua agama pasti memiliki landasan tersebut.
- Dalam ajaran islam meyakini harus adanya saling menghargai antar umat beragama dengan berlandaskan QS Al-Kafirun “Agamamu untukmu dan agamakulah untuku”.
- Dalam ajaran Bibel selalu mengajarkan terkait Kasih, seperti yang tertulis pada Yohanes 4:20 “Jika seorang berkata, aku mengasihi allah dan ia membenci saudaranya maka ia adalah pendusta”
- Dalam ajaran Hindu mengajarkan tentang Tat twam Assi (aku adalah kamu dan kamu adalah aku sendir) artinya adalah kita harus menyayangi orang lain seperti kita menyayangi diri kita sendiri.
Apabila ajaran ini
sampai pada telinga masyarakat yang memiliki rasio dan keimanan pada tuhan-Nya
tentu mereka tidak mau menghakimi saudara setanah airnya. Untuk mencapai
kedamaian tentu harus ada peran dari pemerintah dan para tokoh agama sebagai
mubaliq untuk memberikan pencerdasan terhadap masyarakat untuk hidup
berdampingan dengan aman dan tentram dan jangan mudah terprofokasi dengan isu
sara yang berimbas pada hasrat kepentingan kelompok semata. Mengutip perkataan
Bapak Evert Erents Mangindaan mantan Gubernus Sulawei utara beliau mengatkan
“Torang Samua Basudara” Ini menggambarkan bahwasanya pemerintah ingin
memberikan pemahaman melalui semboyan untuk masyarakat menjaga keamanan,
ketentraman, dan kedamaian dalam kehiduan bermasyarakat, walaupun kita hidup di
daerah yang majemuk dalam segi Agama, Suku, dan Budaya.