Sarinah GmnI Pematangsiantar menuntut pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan
Suasana Aksi GMNI Kota Pematangsiantar |
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Pematangsiantar melakukan aksi damai dengan turun kejalan dalam Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Senin (10/12/2018)
Aksi dan pawai dimulai dari sekretariat GMNI Pematangsiantar Jl. Linggar Jati menuju kantor DPR dan kantor Walikota.
Dalam aksi tersebut, mereka mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan.
Koordinator aksi, Sarinah Vovy Panjaitan menyerukan perlawanan terhadap kekerasan seksual dan mendesak DPR untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan (Sarinah adalah sebutan untuk kaum perempuan di GMNI).
"Ayo kita lawan kekerasan seksual dan desak DPR sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan" teriak kordinator aksi, Sarinah Vovy Panjaitan melalui pengeras suara.
Ia menegaskan agar anggota DPR Pematangsiantar bisa melahirkan solusi terkait problem kekerasan seksual di Pematangsiantar.
"DPR kota Pematangsiantar harus mencari solusi terhadap kekerasan seksual yang terjadi di kota ini!" Seru Sarinah Vovy seraya mempertanyakan keberadaan anggota DPRD yang tidak satupun hadir menampung aspirasi mereka.
Akhirnya, mereka memilih bergeser melakukan aksi ke kantor Walikota Pematangsiantar. Di kantor walikota, mereka masuk dengan membuka paksa pintu gerbang walikota yang ditutup.
Karena Walikota H. Hefriansyah SE. MM sedang tidak berada di tempat, trpaksa aspirasi mereka hanya diterima oleh Kabag Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah Kota Pematangsiantar, yakni Hamam Sholeh.
Proses penandatangan aspirasi mahasiswa oleh Hamam Sholeh |
Hamam berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada Walikota dan menandatangani spanduk yang diusung mahasiswa sebagai bentuk dukungan menolak kekerasan terhadap perempuan.
Di temui di sela aksi, Sekretaris Cabang GMNI Kota Pematangsiantar, Lundu Feryanus Parhusip mengatakan kota Pematangsiantar berada pada posisi tingkat kedua paling banyak kekerasan perempuan di Sumatera Utara (Sumut), setelah Medan.
“Harapan kita pemerintah kota melalui walikota mengeluarkan peraturan yang khusus mengenai kekerasan perempuan. Karena ketika perempuan di bawah 18 tahun mengalami kekerasan, dia masuk ke perlindungan anak,” tuturnya.
Selaku kordinator aksi Sarinah Vovy berharap agar pemerintah Pematangsiantar memberi perhatian khusus terhadap masalah Kekerasan Seksual terhadap perempuan.
"Saya sangat berharap pemerintah Pematangsiantar memberi perhatian khusus terhadap masalah ini. Saya juga berharap DPRD segera membahas masalah peraturan daerah mengenai kekerasan perempuan baik pelecehan, maupun kekerasan seksual. Apalagi mengingat kota Pematangsiantar menjadi urutan ketiga kota paling toleran di Indonesia. padahal sebelumnya kota pematangsiantar berada di urutan kedua, dari penurunan ini ternyata masalah perempuan juga di perhatikan. Berarti meningkatnya masalah kekerasan yang terjadi terhadap perempuan harus diperhatikan dan sesegera mungkin dibuat solusi. Saya juga berharap Pemko kota Pematangsiantar memberi keadilan dan mendengar perempuan yang mau menyuarakan kekerasan yang dialami perempuan". Pungkasnya.