Refleksi 12 Tahun Bawaslu RI: Politik untuk Kemanusiaan, Bukan Sekadar Kekuasaan
Foto: Wamustofa Hamzah
Sangfajarnews.com - Pengawas Pemilu ada sejak pelaksanaan Pemilu tahun 1982 dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu yang disingkat dengan Panwaslak Pemilu. Sudah banyak literatur yang mengulas tentang sejarah Pengawas Pemilu yang pada intinya menjelaskan bahwa keberadaan Pengawas Pemilu diharapkan mampu meningkatkan kualitas Pemilu, bersih dari kecurangan dan pelanggaran pada setiap pelaksanaan Pemilu.
Dinamika kelembagaan Pengawas Pemilu terus berjalan seiring perkembangan dinamika sosial dan politik yang berimplikasi pada dinamika hukum. Dan saat ini, setiap tanggal 9 April diperingati sebagai hari jadi Pengawas Pemilu yang sekarang disebut sebagai Badan Pengawas Pemilihan Umum yang disingkat Bawaslu. 9 April 2020, diperingati sebagai hari jadi Bawaslu yang ke-12. Kedepannya, tentu ada harapan dari internal Bawaslu kiranya dapat melaksanakan tugas dengan lebih baik agar dapat mengemban harapan secara umum bangsa Indonesia yang menginginkan pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah bisa berjalan lebih baik, sehingga mampu menghasilkan pemimpin-pemimpin terbaik melalui proses demokrasi yang baik. Kebelakang, tentu harus ada koreksi menyeluruh baik dari sisi teknis pelaksanaan di lapangan maupun dari sisi regulasi, aturan perundang-undangan serta kebijakan-kebijakan yang pernah dilakukan.
Koreksi ini idealnya dilakukan oleh Internal Bawaslu beserta jajarannya sebagai pelaksana teknis dari regulasi, tapi dengan metode terbuka sehingga mau dan dapat menerima masukan dari masyarakat selaku pemilik kedaulatan.
Kemudian hasil koreksi yang berasal dari internal Bawaslu dan masukan dari masyarakat tersebut dijadikan catatan untuk melakukan perbaikan dan juga disampaikan serta mendorong agar ditindaklanjuti oleh lembaga legislatif sebagai bahan untuk perbaikan aturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaran kepemiluan maupun pemilihan.
Pada 9 April 2020, di saat Bawaslu merayakan hari jadinya yang ke-12 tahun, di saat Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota di hampir seluruh wilayah Indonesia melaksanakan pengawasan tahapan Pemilihan Kepala Daerah, masyarakat dunia termasuk Indonesia diserang wabah covid-19. Dengan adanya wabah tersebut, KPU RI menerbitkan Surat Keputusan Nomor 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 Tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 dan Bawaslu RI menerbitkan Surat Edaran Nomor 0252/K.BAWASLU/PM.00.00/3/2020 Tentang Pengawasan Penundaan Tahapan Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020 Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Wabah Covid-19 lebih cepat terjadi tanpa menunggu pelaksanaan Pilkada Serentak di Indonesia selesai. Bahkan belum ada aturan perundang-undangan yang memfasilitasi atau setidaknya mengantisipasi jika Covid-19 atau wabah atau musibah lainnya terjadi. Sebagai pelaksana regulasi, Ketua Bawaslu RI menyatakan bahwa tanggal pemungutan suara Pilkada 2020 pada 23 September merupakan perintah UU Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota sehingga diperlukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) bila melakukan penundaan pelaksanaan tahapan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 .
Penulis tidak akan masuk pada ruang tentang perlu atau tidaknya Perppu dalam penundaan pelaksanaan tahapan pemungutan suara Pilkada serentak tahun 2020.
Penulis ingin menyampaikan dan mengingatkan kembali bahwa Indonesia sebagai negara hukum, tentunya dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara harus berjalan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga legislatif dan/atau lembaga eksekutif. Lembaga legislatif dan eksekutif dijabat oleh orang-orang yang berasal dari proses politik, yakni Pemilihan Umum. Dalam Pemilihan Umum juga Pemilihan Kepala Daerah, suara rakyat lah yang menjadi penentu siapa saja personil yang mengisi kursi jabatan dalam lembaga legislatif dan eksekutif. Penanganan wabah Covid-19 beserta segala dampaknya memerlukan kebijakan politik yang diterbitkan oleh orang-orang yang dipilih oleh rakyat dari proses politik.
Begitu pentingnya pilihan/suara rakyat terhadap lahirnya kebijakan-kebijakan politik atas nama negara sehingga sangat disayangkan jika suara/pilihan rakyat “terjual atau dijual” dalam praktik yang kita kenal dengan istilah money politic. Terbitnya UU No.7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum memberi kewenangan yang luar biasa (dari sebelumnya) kepada Bawaslu beserta jajaran di bawahnya untuk melakukan tindakan pencegahan dan penanganan praktik money politic.
Namun hal tersebut tetap membutuhkan dukungan masyarakat karena dalam proses menjalankan kewenangannya, Bawaslu membutuhkan masyarakat yang berani mengawasi, berani menjadi Pelapor dan/atau berani menjadi saksi pada setiap dugaan pelanggaran, baik dalam pelaksanaan Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah.
Segala rencana yang telah dibuat oleh negara melalui Penyelenggara Pemilu dalam melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah dihadapkan pada kendala yang tidak pernah diprediksi akan terjadi sebelumnya, yakni adanya wabah Covid-19. Banyak kebijakan yang telah dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah untuk untuk menangani Pandemic tersebut, tidak semuanya benar meskipun juga tidak dapat disalahkan semuanya.
Pada peringatan hari jadinya yang ke-12, Bawaslu RI mengetengahkan tema “Bangun Solidaritas Kebangsaan Melawan covid-19”.
Covid-19 adalah masalah bersama sehingga dibutuhkan kebersamaan dan solidaritas untuk menanganinya. Tidak hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah, tapi juga masyarakat dari segala lapiran harus ikut berjuang bersama tentu dengan porsi dan posisi yang berbeda-beda. Meminjam kalimat yang disampaikan oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh yang terkenal dipanggil NOE vokalis Group Band Letto pada acara Pelantikan PW Ansor Jawa timur:
“Indonesia tidak akan maju kalau kita masih menganggap musuhnya adalah manusia lain, siapapun itu. Musuh manusia Indonesia adalah masalah. Kita harus bersama-sama dalam satu sisi menghadapi masalah, disisi lain bukan lah manusia yang lain tapi disisi yang lain adalah masalah. Boleh beda pendapat, boleh beda pandangan, justru adanya perbedaan membuat kita saling melengkapi karena kita semua adalah saudara dalam satu sisi karena yang kita hadapi adalah masalah, bukan saudara kita manusia yang lain”
Selalu ada hikmah dibalik musibah. Wabah Covid-19 yang melanda ditengah pelaksanaan tahapan Pilkada yang rentan akan perpecahan membuat masyarakat bersatu padu ditengah perbedaan, menanggalkan segala kepentingan politik pencalonan meraih kursi jabatan. Masyarakat bergotong royong saling membantu bahu membahu dengan bentuk bantuan dan cara yang berbeda-beda tapi memiliki tujuan yang sama, yaitu melawan Pandemic Corona tanpa berfikir apalagi bertanya apakah yang menerima bantuan berasal dari komunitas/kelompok/suku atau bahkan agama yang sama, karena dalam semua hal tidak ada yang lebih penting daripada kemanusiaan, apalagi sekedar kontestasi politik yang hanya dilandasi nafsu berkuasa sampai harus memanfaatkan musibah hanya untuk meraih simpati dan dukungan suara semata.
Dalam kehidupan bernegara, Wabah Covid-19 mengingatkan masyarakat tentang pentingnya politik dan peranan Pemimpin baik Pusat maupun Daerah dalam memimpin serta melindungi warganya menghadapi musibah sehingga pada saat memilih/memberikan suara dilakukan secara sadar berdasar rekam jejak, kualitas dan kapasitas calon, bukan sekedar berapa besar para calon mampu membayar. Sekaligus juga mengingatkan para pemimpin bahwa kursi jabatan adalah tanggung jawab dan amanah untuk mensejahterakan dan melindungi masyarakat dari semua ancaman, bukan sekedar kekuasaan untuk membuat nyaman segelintir orang. Begitu pun dalam kehidupan berdemokrasi, di hari jadinya yang ke-12, semoga Bawaslu semakin manunggal dan saling bersinergi dengan kepentingan masyarakat, bekerja dengan program-program yang menyasar pada inti permasalahan, bersama rakyat mengawasi dan mengawal proses demokrasi agar berjalan sesuai substansi dari demokrasi itu sendiri demi tercapainya tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penulis: Wamustofa Hamzah
Penulis merupakan salah satu alumni organisasi eksternal kampus, GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Pernah aktif dan tergabung bersama Walhi Kaltim, menyoroti isu lingkungan. Kini menjabat sebagai Komisioner Bawaslu Balikpapan.
Penulis: Wamustofa Hamzah
Penulis merupakan salah satu alumni organisasi eksternal kampus, GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Pernah aktif dan tergabung bersama Walhi Kaltim, menyoroti isu lingkungan. Kini menjabat sebagai Komisioner Bawaslu Balikpapan.