RUU HIP Tudingan Bangkitnya Komunis? Serius?

RUU HIP Tudingan Bangkitnya Komunis? Serius?
Oleh: Bayu Harundja (Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo).

Beberapa hari lalu publik sempat di ramaikan dengan kebijakan DPR yang selalu membuat sensasi di tengah negeri sedang berjuang menghadapi pandemi. Setelah membahas RUU Omnibus Law dan RUU Minerba yang sudah di sahkan pada saat negara darurat covid-19, tiba-tiba mereka membuat sensasi dengan mengusulkan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) dan telah di sebut akan masuk prioritas Prolegnas 2020 (Program Legislasi Nasional).Mengutip dari Kompas.com (17/06/2020), alasan DPR di balik pengusulan RUU HIP adalah di katakan bahwa saat ini belum ada undang-undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga diperlukan Undang-undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.

Hal ini memicu sejumlah penolakan terutama pada ormas islam dan menjadi persoalan. Nahdlatul Ulama bersama Muhammadiyah mempersoalkan RUU ini. Mereka menilai RUU ini merupakan RUU yang bermasalah, beragam tudingan yang di lontarkan pada RUU ini. Mulai dari tudingan bangkitnya komunis serta tudingan pembahasan RUU ini tidak ada urgensinya sama sekali karena di bahas pada saat negara sedang berjuang melawan pandemi. Dan juga para tokoh angkat bicara tentang RUU ini salah satunya Anggota DPR Fraksi Gerindra Fadli Zon, dalam acara Indonesia LawyersClub (ILC) pada selasa (16/06/2020) dia mengatakan "RUU HIP ini sudah mengabaikan TAP MPRS Nomor 25 tahun 66 tentang pelarangan komunisme, pembubaran PKI dan lain-lain". Fadli Zon juga berpendapat bahwa tidak dilibatkannya TAP MPRS itu menimbulkan kecurigaan. Di kutip dari TribunBali.com (18/06/2020).

Perdebatan dan penolakan RUU HIP saat ini banyak menimbulkan pertanyaan publik, ada apa dengan RUU HIP? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menggema. Maka dari itu ijinkan saya selaku penulis menjelaskan tentang RUU HIP berdasarkan apa yang saya baca melalui naskah akademik dan pendapat para ahli Hukum Tata Negara yang sudah di tulis di media.

1. Berdasarkan Naskah Akademik

Di dalam naskah akademik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di bagian B tentang Identifikasi Masalah. Di situ tertulis identifikasi masalah yang pertama, adanya realita bahwa pengambilan kebijakan penyelenggara negara selama ini masih berjalan sendiri-sendiri antar lembaga tanpa adanya pedoman dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pengambilan keputusan. Kedua, belum adanya pedoman bagi penyelenggara dalam menyusun, menetapkan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional baik di pusat maupun di daerah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ketiga, belum adanya pedoman bagi setiap warga negara Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya untuk mempertautkan bangsa yang beragam (bhinneka) ke dalam kesatuan (ke-ika-an) yang kokoh. Keempat, belum adanya pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan. Dan juga di bagian C tentang Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik yang menjelaskan sebagai berikut:

a. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.
b. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.
c. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila.

Dengan penjelasan di atas latar belakang di bentuknya RUU HIP adalah tidak adanya peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum yang mengatur Haluan Ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman kehidupan dalam masyarakat. Namun dalam naskah akademik RUU HIP tidak ada pelibatan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia di dalam landasan yuridis naskah akademik. Hal ini yang memicu kecurigaan tentang bangkitnya komunisme karena tidak di libatkan Ketetapan MPRS tersebut.

2. Berdasarkan pendapat para ahli Hukum Tata Negara.

Menurut Bivitri Susanti salah satu pakar Hukum Tata Negara dan Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, dia mengatakan "Secara umum, menurut saya RUU ini tidak diperlukan karena dua sebab. Pertama, soal urgensi dan kontekstualitas produk legislasi yang dihasilkan oleh DPR pada suatu waktu. Fokus lembaga legislatif di manapun saat ini adalah soal menghadapi pandemi covid-19 dan akibat turunannya seperti pengangguran, ekonomi juga hal lain" Di kutip dari m.MediaIndonesia.com (15/06/2020). Melihat dari penjelasan di atas, saya selaku penulis menyimpulkan DPR saat ini seharusnya fokus pada penanganan pandemi covid-19 dan menunda pembahasan RUU yang bermasalah lainnya. Menggunakan anggaran rapat untuk penanganan virus agar virus cepat di tangani. Dan juga menurut Bivitri Susanti di kutip dari m.MediaIndonesia.com (15/06/2020), RUU HIP justru menempatkan pancasila menjadi ke bawah. Dalam hukum, Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, bahkan lebih tinggi dari UUD. Dan jika dia di turunkan menjadi UU menjadi tidak tepat karena di nilai pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum menjadi kebawah karena menjadi UU.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa RUU HIP sangat bermasalah. Permasalahannya yaitu yang pertama, tidak melibatkan TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 sehingga menimbulkan kecurigaan dan perspektif tentang bangkitnya komunis. Dan yang kedua, DPR seharusnya menunda pembahasan RUU yang bermasalah seperti RUU HIP, Omnibus Law, dan RUU yang bermasalah lainnya di hentikan pembahasannya karena saat ini yang terpenting adalah penanganan pandemi covid-19. Dan juga pembahasan RUU HIP tidak begitu urgensi karena di bahas di saat negara darurat covid-19.

Penulis juga mengapresiasi pemerintah yang mengambil keputusan tepat menunda pembahasan RUU HIP sehingga tidak ada perdebatan lagi tentang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Karena fokus kita saat ini adalah menangani virus corona yang mewabah. Bukan cuma RUU HIP yang di tunda pembahasannya RUU Omnibus Law dan RUU bermasalah lainnya harus di hentikan. Dan juga batalkan RUU Minerba yang sudah di sahkan, karena di nilai merugikan rakyat dalam segi perusakan lingkungan sekitar tambang karena ada pasal-pasal kontroversi lainnya.

Menutup tulisan ini, kita perlu sadar bahwa menuju fase New Normal kita harus tetap jaga jarak dan menjaga kesehatan serta mengontrol kewarasan wakil rakyat kita yang selalu berulah di masa pandemi. Karna kita sebagai rakyat wajib bersuara dan mengkritik meski hanya melalui tulisan di media. Karena "Vox Populi Vox Dei" suara rakyat adalah suara tuhan".
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url