Pancasila dan Marhaenisme Sebagai Role Model Spirit Kemandirian dan Pengembangan Pertanian Bangsa
Oleh: Mujahidin (Sekretaris DPK GMNI FKIP Unmul, GMNI SAMARINDA, KALTIM)
Bicara tentang sektor pertanian maka tentunya itu merupakan hal pokok yang urgensinya memang menjadi sebuah konteks permasalahan serius di negara kita tentunya, Indonesia sebagai negara yang dikategorikan negara agraris memang tak luput dari segudang problematika/permasalahan khususnya di dalam bidang pertanian. Mulai dari kurangnya kesejahteraan para petani dan terdegradasinya hasil pertanian dalam negeri dalam konteks daya saing pertanian global.
Tentunya ada hal-hal mendasar dan fundamental sekali yang memang harus di bicarakan. Kita harus menemukan sebuah gaya atau role model ideologi pertanian bangsa yang mampu menunjang atau mendorong pertanian di dalam negeri itu mampu melesat maju dan berkembang untuk tetap mampu eksis dalam bersaing dengan negara-negara lain di dunia. Tentunya sebagai salah satu negara agraris terbesar di dunia yang harus kita fokuskan bukan hanya bagaimana memfokuskan pada taraf peningkatan hasil pertanian saja, tapi juga perlu kiranya kita juga bicarakan pada aspek peningkatan kualitas dari hasil pertanian. Hal ini senada dengan sebuah istilah bahwa “Peningkatan kuantitas harus di barengi pula pada peningkatan mutu/kualitas” tentunya itu menjadi sebuah hal yang mendasar yang seharusnya kita fokuskan saat ini.
Bicara role model/ideologi pertanian bangsa saya merasa dalam hal ini, kita sudah sejak lama menemukan role model tersebut. Namun, cenderung gaya filosofis tersebut tidak aplikatif di dalam konsep pembangunan pertanian nasional, “Marhaenisme dan Pancasila” dua pemikiran pokok dari the founding father kita Ir. Seokarno, dua konsep filosofis tersebut yang saya maksud. Karena sejatinya yang kita inginkan bahwa dua pokok pemikiran tersebut tidak hanya bekerja pada tataran alam filosofis saja/ide tapi bagaimana pokok-pokok pemikiran tersebut juga harus bekerja pada tataran praksis (praktik) yang merujuk pada aspek kontribusi terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa dalam berbagai sub sektor. Maka dengan cara itulah agar kita yakin bahwa “Pancasila dan Marhaenisme” adalah ideology yang hidup (living ideology) dan ideology yang bekerja (working ideology) pada cita-cita social bangsa dan negara.
Bicara tentang “Pancasila dan Marhaenisme” sebagai orientasi filosofis atau ideologi bangsa dan negara maka sejatinya sirkulasi yang harus di bangun juga bicara pada tataran ekonomi sebagaimana yang dikatakan oleh Karl Marx bahwa ekonomi merupakan basis-struktur yang paling fundamental dan yang paling penting,sementara dua dimensi lainnya yaitu negara dan bentuk-bentuk kesadaran social lainnya merupakan bangunan atas (super-struktur). Maka merujuk pada teori tersebut maka kita menarik sirkulasi pemikiran pokok “Pancasila dan Marhaenisme” pada hubungan ekonomi-produksi karena sejatinya gerak perkembangan manusia dan sejarah juga tak terlepas dari perkembangan masyarakat dalam bidang produksi. Karena fokus tulisan ini berfokus pada produksi pertanian bangsa dan negara, maka relevansi yang kita tarik bagaimana peran dari pokok pemikiran Marhaenisme dan Pancasila, jika ditarik dalam spirit pengembangan dan kemandirian sektor pertanian bangsa.
Dalam kondisi hari ini hari ini “Pancasila dan Marhaenisme” seabagai pokok pemikiran Bung Karno yang digali dan lahir dari rahim kultur dan budaya masayrakat Indonesia. Maka sudah sepantasnnya pokok pemikiran tersebut sudah menjadi bentuk pola aplikatif yang harus kita implemntasikan dalam setiap kebijakan baik regional maupun nasional khususnya dalam aspek kebijakan pengembangan/ pembangunan pertanian nasional.
Kita Tarik pada pokok pemikiran Bung Karno yaitu, marhaenisme misalnya yang sejatinya muara pemikran filosofis tersebut di temukan oleh Bung Karno dari sosok petani yang memiliki sawah,alat produksi dan hasil pertanian untuk kepentingan sendiri.Lalu, dijadikan paham marhaenisme ciptaannya. Jadi bisa kita tarik bahwasannya marhaenisme bisa menjadi sebuah spirit kita di Indonesia dalam meraih tujuan kita yaitu “Swasembada’ di bidang pertanian. Karena sejatinya marhaenisme sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat Indonesia dan itu sudah menjadi sebuah cikal bakal roh kemandirian bangsa dalam berbagai aspek khususnya di dalam bidang pertanian.
Kita Tarik pada pokok pemikiran Bung Karno yaitu, marhaenisme misalnya yang sejatinya muara pemikran filosofis tersebut di temukan oleh Bung Karno dari sosok petani yang memiliki sawah,alat produksi dan hasil pertanian untuk kepentingan sendiri.Lalu, dijadikan paham marhaenisme ciptaannya. Jadi bisa kita tarik bahwasannya marhaenisme bisa menjadi sebuah spirit kita di Indonesia dalam meraih tujuan kita yaitu “Swasembada’ di bidang pertanian. Karena sejatinya marhaenisme sudah menjadi bagian dari kultur masyarakat Indonesia dan itu sudah menjadi sebuah cikal bakal roh kemandirian bangsa dalam berbagai aspek khususnya di dalam bidang pertanian.
Marhaenisme pun bisa menjadi alat mengkritisi kebijakan pemerintah hari ini, khususnya di dalam bidang pertanian yang dimana, hari ini saja kita masih melakukan program impor hasil pertanian dari luar negeri misalnya program mengimpor beras. Tentunya, jika kita tarik pada kontestualisasi marhaenisme bahwasannya sejak dulu kala tercermin dalam perilaku petani di negara kita bahwa, budaya petani di negara kita khususnya petani beras, ketika mereka memproduksi beras sendiri di lahan sendiri dan sisanya di simpan di leuit (lumbung).
Saat masa paceklik, beras yang di simpan tersebut masih aman dan di gunakan untuk kebutuhan sendiri. Ini merupakan sebuah bentuk role model sederhana dalam kontekstualisasi nilai-nilai marhaenisme dalam usaha/upaya untuk mencapai yang kita sebut sebagai kemandirian pangan. Yang secara konsep sejatinya konsep tersebut sudah dijalankan oleh masyarakat-masyarakat adat kita ratusan tahun lalu maka, seharusnya pola-pola tersebutlah yang hari ini harus kita kembangkan dan budayakan dalam konsep pengembangan pertanian nasional dalam uapaya mewujudkan kemandirian di bidang pertanian.
Maka konteks yang ingin saya samapaikan terkhir pada tulisan saya ini sejatinya merujuk agar “Pancasila dan marhaenisme” itu mampu hadir untuk dapat di terapkan pada barbagai subsektor khususnya sektor ekonomi termasuk sektor pertanian bukan hanya pada aspek tersebut saja, tetapi bagaimana “Marhaenisme dan Pancasila” ini kita jadikan sebagai karakteristik atau identitas ideologi ekonomi nasional yang harus di pertahankan sebagai orientasi konsep pengembangan mutu/kualitas ekonomi nasional khususnya di bidang pertanian.
Hari ini anak-anak muda harus turut ambil peran sentral dalam hal tersebut bagaimana anak muda di harapkan mampu turut berperan dalam pengamalan ideologi tersebut , misalnya di dalam bidang pertanian sendiri anak muda harus mampu misalnya membuat semacam program untuk bagaimana petani menemukan/menghasilakan bibit yang berkualitas.
Selain itu juga bagaimana membantu para petani untuk memasarkan produknya agar juga mampu memilki daya saing yang cukup tinggi dalam bersaing dengan produk-produk hasil pertanian dari luar negeri dan dari hal tersebutlah setidaknya akan mampu berdampak pada kesejahteraan para petani di negara kita.
Editor : Adhar.