DPP GMNI Dukung Warga Tolak Rencana Tambang Pasir Besi di Jember
Foto : M. Ageng Dendy Setiawan, Sekretaris Jenderal DPP GMNI. |
Jakarta, Sangfajarnews.com - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) turut bersikap terhadap rencana masuknya pertambangan pasir besi di pesisir pantai Desa Paseban, Jember, Jawa Timur. Di mana, rencana pertambangan itu mendapat penolakan dari masyarakat.
"Kawan-kawan GMNI di Jember, juga sudah bersikap. Apa yang dilakukan kawan-kawan (GMNI) Jember, berjuang bersama masyarakat untuk menolak masuknya pertambangan tersebut, sudah tepat," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP GMNI, M. Ageng Dendy, Selasa (29/12/2020).
Sikap DPP GMNI, mendukung gerakan penolakan masyarakat terhadap rencana pertambangan, bukan tanpa alasan.
Pasalnya, kehadiran aktivitas tambang di daerah itu, dikhawatirkan mengganggu aktivitas kegiatan ekonomi masyarakat. Seperti mengganggu pertanian warga.
"Intinya, dapat mengganggu mata pencaharian masyarakat," imbuhnya.
Prinsipnya, keselamatan ekonomi masyarakat jadi pertimbangan utama. Seharusnya, ini juga jadi pertimbangan pemerintah dalam memberikan izin.
"Sehingga tidak ada masyarakat yang merasa terancam, dirugikan dari segi ekonomi. Tentu ini jadi alasan kuat masyarakat melakukan penolakan," ujar mantan ketua DPD GMNI Jawa Timur itu.
Berikutnya, Dendy menyoroti aspek lingkungan. Keberadaan tambang pasir besi juga menjadi ancaman ekologi di desa tersebut.
"Aspek lingkungan dan sosial menjadi panglima tertinggi dan harus menjadi raja dalam konteks ini," tekannya.
Jangan sampai, lanjut Dendy, pertambangan merusak aspek lingkungan dan merambat pada sosio kultur masyarakat.
"Apa dampak yang ditimbulkan dari keberadaan tambang tersebut. Apakah penyerapan tenaga kerja atau lapangan kerja. Apakah ada jaminan untuk itu dan jaminan bagi kesejahteraan masyarakat. Lalu bagaimana dengan aspek lingkungan dan ancaman-ancaman terhadap lahan pertanian masyarakat. Ini yang sangat perlu dipertimbangkan. Karena percuma ada investasi, kalau merugikan masyarakat dan lingkungannya," kata Dendy, menegaskan.
Dari informasi yang beredar, perusahaan tersebut ternyata mendapat karpet merah dari pemerintah daerah. Pemkab Jember. Melalui Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang diberikan ke perusahaan itu.
"Ini sangat disayangkan. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tak bijak. Tak melihat sisi kepentingan masyarakat. Dan ini mengancam kehidupan masyarakat. Seperti yang saya katakan tadi. Kalau merasa tidak terancam, kan tidak mungkin ada penolakan," katanya.
Kemudian dari segi keselamatan lingkungan. Seharusnya juga jadi pertimbangan pemerintah. Selama ini, ada banyak perusahaan pertambangan yang menjamin kegiatannya bersahabat dengan lingkungan.
"Tapi faktanya, malah terbalik. Justru merusak lingkungan. Apa jaminannya bagi masyarakat, jika tambang itu nantinya tak merusak lingkungan," imbuhnya.
Apalagi, wilayah konsesi pertambangan kabarnya berada di wilayah pesisir pantai. Dampak pengerukan sudah bisa ditebak. Selain mengancam wilayah pertanian masyarakat juga abrasi.
"Pada kondisi alam biasanya, pantai bisa saja abrasi. Apalagi ada pertambangan, akan sangat cepat terjadi abrasi. Kalau sudah terjadi kerusakan lingkungan, perusahaan bisa saja pergi dan cari tempat pertambangan lain. Lalu, bagaimana dengan nasib rakyat yang tinggal di situ?," katanya.
Diketahui, di Desan Paseban, Jember rencananya akan dibuka tambang pasir besi. Pertambangan itu milik PT ADS. Rencana ini direspons oleh masyarakat sekitar. Mereka kemudian melancarkan aksi penolakan. Karena kehadiran pertambangan tersebut dinilai akan mengancam lingkungan dan lahan pertanian masyarakat.
Reporter : Ar.
Editor : Adhar.