Jangan Jadikan Kekerasan Seksual Menjadi Hambatan untuk Menjadikan Generasi Pemimpin Dimasa Depan
Penulis : Sarinah Irawati, Wakabid Pergerakan Sarinah DPD GMNI Sulbar.
Sangfajarnews.com - Indonesia saat ini sudah berada dalam situasi darurat kekerasan seksual (KS) dari semua linkungan kehidupan, termasuk salah satunya di lingkungan pendidikan yang merupakan tempat belajar, membentuk karakter dan mencetak generasi penerus bangsa.
Berdasarkan data Komnas Perempuan (2015-2020), dari semua kasus terdapat 27% merupakan kasus KS yang terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan. KS terjadi di berbagai jenjang pendidikan diantaranya sebanyak 2 kasus dari TK, 2 Kasus dari SD, 4 Kasus dari SMP, 8 kasus dari SMA/SMK , 10 kasus dari pesantren/basis pendidikan Islam, 14 kasus dari universitas dan 6 kasus lingkungan lainnya. Dari data tersebut sangat jelas terlihat bahwa lingkungan Universitas yang diduduki oleh banyak kalangan aktivis ternyata tak luput dari sasaran Predator Seksual bahkan menduduki posisi KS tertinggi dari lingkungan pendidikan lainya.
Sangfajarnews.com - Indonesia saat ini sudah berada dalam situasi darurat kekerasan seksual (KS) dari semua linkungan kehidupan, termasuk salah satunya di lingkungan pendidikan yang merupakan tempat belajar, membentuk karakter dan mencetak generasi penerus bangsa.
Berdasarkan data Komnas Perempuan (2015-2020), dari semua kasus terdapat 27% merupakan kasus KS yang terjadi di perguruan tinggi dari keseluruhan pengaduan yang terjadi di lembaga pendidikan. KS terjadi di berbagai jenjang pendidikan diantaranya sebanyak 2 kasus dari TK, 2 Kasus dari SD, 4 Kasus dari SMP, 8 kasus dari SMA/SMK , 10 kasus dari pesantren/basis pendidikan Islam, 14 kasus dari universitas dan 6 kasus lingkungan lainnya. Dari data tersebut sangat jelas terlihat bahwa lingkungan Universitas yang diduduki oleh banyak kalangan aktivis ternyata tak luput dari sasaran Predator Seksual bahkan menduduki posisi KS tertinggi dari lingkungan pendidikan lainya.
Dari hasil survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) tahun 2020, dari 77% dosen menyatakan KS pernah terjadi di perguruan tinggi. Namun, 63% dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus.
Menurut saya ada banyak faktor yang menjadi penyebab kasus tidak terpublikasi salah satunya adalah korban tidak berani untuk Speak Up karena terjebak pada situasi yang memicu ketakutan untuk dihakimi dan dipersalahkan oleh lingkungan sekitarnya termasuk anggapan merusak nama baik kampus, bahkan cenderung yang terjadi si korban di reviktimisasi (dikorbankan kembali) oleh si pelaku yang memiliki relasi kuasa yang kuat.
Selain itu faktor lainnya karena saat ini belum ada kerangka/ payung hukum yang betul-betul konferensif dalam memerangi KS yang terjadi saat ini yang sifatnya Pro terhadap Korban. Sehingga KS dianggap sebagai isu yang sensitif untuk dibahas dan berakibat semakin melanggengkan para Predator Seksual dalam menjalankan aksinya. Sangat jelas ini bukan lagi hanya tindakan asusila belaka tapi sudah masuk kejahatan kemanusian yang wajib kita perangi bersama. Karena sangat berpotensi besar untuk merusak masa depan generasi anak bangsa termasuk dalam aspek pendidikan Universitas itu sendiri.
Saya menilai Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) adalah terobosan progresif (berkemajuan) dalam hal upaya dan komitmen dalam memerangi kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Yang menarik adalah Permen PPKS mengatur Langkah pencegahan, Langkah penanganan dan Langkah penigkatan keamanan kampus, yang harapanya bisa menciptakan rasa aman dan nyaman dalam menimbah ilmu tanpa KS.
Saya rasa Upaya ini penting dilakukan selain karena pertimbangan KS yang banyak terjadi di lingkungan Universitas tapi juga merupakan langkah awal dalam menyadarkan dan merombak pola pikir para mahasiswa/mahasiswi yang masih berada pada Tabir Hitam bahwa kita adalah “Agen Of Change” ayo menyelamatkan diri sendiri dan kemudian mari menyelamatkan generasi dalam memerangi KS.
Harapan besar kita semua dengan terbitnya Permen PPKS ini perlu dilanjutkan dengan dengan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) oleh DPR yang merupakan payung hukum yang lebih konferensif lagi dalam memerangi KS dalam skala lebih luas lagi. Karena masih banyak lingkungan kehidupan lainya yang juga mengalami KS namun belum menemukan solusi sampai hari ini.**