GMNI : Aceh Tenggara Darurat Moral
Kutacane, Sang Fajar News
Pasca
terungkapnya kasus asusila pada pertengahan Januari 2022 yang dilakukan oleh oknum
mantan kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Tenggara terhadap seorang santriwati yang
masih berada dibawah umur menjadi topik perbincangan di segala lini masyarakat
Negeri Sepakat Segenep Tanoh Alas Metuah ini. Selain itu, tersangka juga merupakan
seorang pembina di Pesantren tempat korban menuntut ilmu.
Selang tak
berapa lama terjadi lagi kasus pencabulan menimpa seorang anak dibawah umur yang
terjadi di salah satu Villa Ketambe Aceh Tenggara. Pelakunya adalah seorang
petani yang tak lain merupakan pacar korban.
Lalu di
akhir Januari 2022 kembali terjadi peristiwa naas yang menimpa seorang gadis
berumur 19 tahun di perkosa oleh lima orang pemuda di perkebunan jagung Desa
Muara Baru Kecamaan Lawe Alas sekaligus. Ironisnya, para pelaku merupakan
teman-teman si pacar korban.
Ketiga korban
mengaku dirayu dan dipaksa untuk oleh para tersangka untuk melakukan tindakan
tercela tersebut.
Erda Rina
Pelis, selaku Direktur Lembaga Pusat
Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) Kabupaten Aceh Tenggara
menyebutkan bahwa tindak kejahatan asusila di Kabupaten Aceh Tenggara meningkat
20 persen mulai sejak Tahun 2019 sampai dengan hari ini. “Hal ini terjadi dipicu
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kurangnya bimbingan orang tua kepada
anak dalam penggunaan teknologi masa kini”. Ujarnya saat di temui dikantornya,
Sabtu (29/1).
“Hari ini,
remaja-remaja bebas mengakses situs dewasa karena kurangnya perhatian orang tua
dalam memberikan arahan terhadap anak. Serta kurangnya pengawasan terhadap
perilaku anak”. Sambungnya.
Ia menyarankan
agar para orang tua terus mengawasi anak-anakya yang menjelang masa remaja agar
tidak berpacaran, disisi lain hal tersebut juga bertentangan dengan norma
agama.
“Aceh
Tenggara saat ini tengah dilanda darurat moral, lantaran meningkatnya kejahatan
seksual yang menimpa anak dibawah umur. Bahkan dalam satu bulan saja, sudah 3
kasus asusila yang dilaporkan, tak bisa dipungkiri kita tengah berada dalam
kondisi darurat morak stadium IV”. Ujar Bung Andri Wulandika selaku Ketua DPC
GMNI Aceh Tenggara.
Menurutnya,
Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara perlu melakukan test psikologi kepada para
tenaga pendidik guna meminimalisir terjadinya pelecehan seksual di lingkungan
pendidikan, terlebih pesantren. Karena hal itu mencoreng nama baik Kabupaten Aceh
Tenggara yang notabennya daerah yang taat kepada syariat islam.
“Disadari
atau tidak. Saya kira dalam persoalan tersebut, peran orang tua sangat
dibutuhkan dalam hal mendidik anaknya, mulai dari membentuk sikap karakter anak,
sejak dini sampai dewasa. Untuk selalu memantau setiap aktivitas yang dilakukan
anaknya, agar tidak terjadinya hal-hal yang melenceng dari sikap sejatinya seorang
manusia”. Tutupnya saat dikonfirmasi Senin (31/1).