Dinamika Dalam Pemilihan Umum

Foto: Moh Fadli D. Lahalik,S.Pd.


Penulis: Moh Fadli D. Lahalik,S.Pd, Staf Panwaslu Walea Kepulauan Divisi Penangana Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa.


SangFajarNews.Com - Pada prinsipnya Pemilihan Umum (pemilu) adalah proses dimana kita bisa mendapatkan hak yang di janjikan oleh Negara dengan memilih orang yang benar untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Apakah itu bisa kita dapatkan jika orang yang kita pilih sebagai wakil kita, malah mereka yang membatasi ruang. Sehingga akan banyak problem sosial yang akan terjadi jika kita memilih orang yang salah untuk menjadi walik kita.


Pemilihan umum serentah tahun 2024 yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 februari 2024 adalah momen dimana ini menjadi salah satu tugas penting  seluruh kader pengawasan pertisipatif Bawaslu (SKPP) agar, bisa menyikapi segala aktifitas pemilu dalam konteks apapun demi kemajuan demokrasi Indonesia kedepan. Salah satu peran penting Kader SKPP agar bisa menjadi filter dalam setiap tahapan pemilu yang ada, supaya kemungkinan para pelanggar dalam melakukan pelanggaran tidak akan terjadi dalam setiap tahapan. Maka perlu peran aktif dari seluruh kader SKPP agar bisa masuk dalam ruang-ruang pemuda yang kita tau bersama salah satu problem setiap pemilu adalah politik praktis yang di bawah oleh para peserta pemilu (calon legisilatif) kepada teman-teman pemuda hari ini. Nah ini menjadi salah satu persoalan pemilu kita di Indonesia. 


Persoalan lainnya ASN, TNI/Polri, Kepala Desa/Aparat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terlibat dalam kegiatan politik, secara regulasi inikan tidak dibenarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (pemilu) pasal  280 poin 2 huruf (g, h, i & j ). 


Pernyataan kemudia mengapa ini sering terjadi dan tidak ada efek jerah yang diberikan oleh bawaslu kepada para pelangggar?


Ternyata sepanjang pengalaman pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) di temuka sejumlah permasalahan hukum yang turut menyita perhatian stakeholder pemilu, sehingganya perlu antisipasi dengan menyiampkan sistem hukum pemilu yang progresif. Proses penegakan hukum pemilu sering kali tidak tuntas permasalahan di lapangan, terdapat pelanggaran pidana yang dismiss karena pihak Bawaslu dan Kepolisian tidak sepaham dalam menelaah apakah suatu temuan atau laporan merupakan tindak pidana pemilu atau bukan tindak pidana pemilu, terutama ketentuan yang definisinya kabur, yang bisa diartikan sempit atau luas.


Bahkan sering terjadi dalam hasil kajian Bawaslu kasus yang ditemukan atau diterima merupakan pelanggaran pidana pemilu, tetapi ketika dilakukan gelar perkara pihak kepolisian menyatakan bukan pelanggaran tindak pidana pemilu. Misalnya pelanggran kampanye yang masuk kategori pidana berupa peserta pemilu yang berkampanye diluar jadwal dan tindakan pemberian uang (money politik) atau barang kepada pemilih dengan menyertakan unsur kampanye dan Keterlibatan ASN, TNI/Polri, Kepala Desa/Aparat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).


Kenyataan ini mengindikasi kadang terjadi perbedaan pemahaman/konsep antara Bawaslu dan Kepolisian, tetapi juga karena koordinasi yang kurang efektif berjalan dengan baik meskipun sudah dibentuk suatu forum bersama untuk menyamakan persepsi tentang pelanggarn pemilu. Sehingganya tidak dapat ditindaklanjuti ke pembahasan selanjutnya, akibat perbedaan pendapat tim yang bergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).


Maka lembaga yang tergabung dalam Sentra Gakkumdu harus komitmen terkait pelanggaran tindak pidana pemilu, agar kedepan khususnya pemilu serentak tahun 2024 tidak akan terjadi lagi peristiwa temua atau laporan yang tidak di akomidir cuma karna persoalan perbedaan definisi yang kabur anatar Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.***

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url