Hati-Hati Dengan Kampanye Hitam Menjelang Pemilu 2024

Rahmawaty Bouti : Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK), Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Tahun 2024 mendatang merupakan tahun politik bagi Indonesia. Tentunya Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) secara serentak baik dari Pemilu legislatif dan atau pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu masalah yang kerap mencuat dalam Pemilu adalah kampanye hitam (black campaign) yang sering dilakukan oleh salah satu kandidat atau tim kampanye kandidat tersebut untuk menjatuhkan kandidat lainnya. Black campaign, tidak seperti kampanye negatif (negative campaign), dilarang karena cenderung ke arah fitnah dan menyebarkan berita bohong terkait kandidat tertentu. kali ini akan membahas perihal black campaign dalam kegiatan Pemilu. 

Pada dasarnya tidak terdapat suatu definisi pun mengenai black campaign. Istilah tersebut digunakan di Indonesia untuk menyebut kegiatan-kegiatan yang dikenal sebagai negative campaign dalam rangka menjatuhkan lawan politik. Yang termasuk dalam kegiatan negative campaign menurut Undang-undang Pemilu biasanya berkaitan dengan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, sengketa pemilu, dan tindak pidana pemilu. Berdasarkan hasil pengamatan saya, dahulu black campaign dilakukan melalui pembagian atau penyebaran informasi melalui media cetak seperti pamflet, fotokopian artikel, dan lain-lain, yang didalamnya berisikan mengenai informasi-informasi negatif pihak lawan, kepada masyarakat luas. Penyebaran itu dilakukan oleh tim sukses maupun simpatisan dari si bakal calon legislatif maupun eksekutif itu sendiri.

Saat ini black campaign dilakukan dengan menggunakan media yang lebih canggih, seperti misalnya menggunakan media sosial. Namun demikian, media cetak pun masih tetap digunakan untuk mediablack campaign ini, sementara aturan belum memadai, karena pemikiran penegak hukumnya belum sampai ke sana. Di Indonesia, black campaign masih sering terjadi dikarenakan sulitnya kegiatan itu ditindak. Letak kesulitannya terdapat pada pengaturan dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, pasal 249 ayat (4) bahwa pelanggaran kampanye baru dapat ditindak apabila ada pengaduan atau pelaporan terlebih dahulu kepada Bawaslu mengenai adanya dugaan pelanggaran atau kelalaian dalam pelaksanaan pemilu. Adanya batas kadaluarsa yang begitu cepat, yaitu hanya 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran pemilu-lah yang menjadikan pelanggaran tersebut sulit ditindak, karena biasanya baru dilaporkan kepada Bawaslu setelah batas kadaluarsa.

Tidak hanya itu, penggunaan media elektronik dalam kegiatan-kegiatan black campaign belum diatur secara lengkap dan memadai oleh Undang-undang maupun peraturan terkait dengan pemilihan umum, sehingga pemikiran para penegak hukum belum sampai pada pelanggaran yang dilakukan melalui media dan cara tersebut. Yang paling sering terjadi adalah, adanya beberapa pihak penegak hukum yang memiliki pemikiran bahwa kondisi aman terkendali dapat dicapai apabila laporan pelanggaran pemilu tidak ditindak lanjuti sehingga tidak muncul dimasyarakat, sehingga tidak perlu sampai ada tindak lanjut dari pelanggaran tersebut. Ini menunjukkan bahwa ada beberapa pihak penegak hukum kurang berani menindak pelanggaran black campaign yang dilakukan oleh partai-partai, terutama partai-partai besar atau partai terpandang.

Dalam kegiatan negative campaign yang sering dilakukan oleh para bakal calon legislatif atau eksekutif ialah penyalahgunaan fasilitas negara atau fasilitas umum. Hal ini biasanya dilakukan oleh bakal calon yang sebelumnya sedang menduduki jabatan eksekutif atau legislatif negara. Penggunakan fasilitas itu digunakan untuk kampanye. Selain itu, money politic juga masih sering dilakukan oleh para bakal calon untuk merebut perhatian dan simpati masyarakat. Untuk pejabat yang ingin kembali memperoleh posisi jabatannya di periode selanjutnya, sering melakukan money politic dengan cara membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT), dana sosial, atau door prize ketika kampanye. Mereka menjadikan BLT yang berasal dari anggaran negara untuk mencari simpatisan atau pendukung ketika kampanye. Pada awalnya laporan atau pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran pemilu yang masuk ke Bawaslu dipilah-pilah untuk dapat ditentukan termasuk pelanggaran yang manakah kegiatan negative campaign tersebut.

Hal ini juga dikarenakan peluang argumennya diterima masayarakat. Apalagi argumennya dapat dikatagorikan sebagai kampanye hitam ini dapat merugikan lawan politiknya. Namun, di media sosial masih banyak masyarakat kita yang berfikir rasional sehingga penyebaran kampanye hitam dapat diminimalisir. Demokrasi memang membebaskan semua masyarakat berpendapat termasuk di media sosial yang berujung pada tindakan saling sindir dan saling serang seolah menjadi bumbu pedas di politik Indonesia. Untuk mencegah politik kampanye hitam sangat diperlukan peran institusi penegak hukum dan badan pengawas pemilu. Disamping peran penegak hukum dan bawaslu, perlu juga peran masyarakat sebagai peran pendukung untuk mencegah politik kampanye hitam. Bahkan akan lebih efektif jika masyarakat kita pro aktif. Dengan adanya pelaporan penyimpangan kampanye oleh politikus  nakal  kepada  pihak penegak hukum ataupun bawaslu agar si politikus nakal ini mendapat efek jera. Kita sebagai masyarakat di era modern ini seharusnya mengubah pola pikir yang mudah percaya terhadap hal-hal seperti itu.

Apabila tindakan tersebut merupakan pelanggaran administrasi pemilu, maka masuk lingkup kewenangan KPU. Jika termasuk dalam pelanggaran tindak pidana biasa, maka masuk lingkup hukum pidana biasa dan ditangani oleh kepolisian, begitu juga jika pelanggarannya termasuk dalam tindak pidana pemilu. Jika tindakan tersebut termasuk dalam pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, maka ditangani oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Dan yang terakhir, apabila tindakan tersebut berkaitan dengan sengketa pemilu maka Bawaslu-lah yang bertanggungjawab untuk menindaklanjuti pelanggaran pemilu tersebut.

Pada dasarnya Fakultas Hukum juga memiliki peran yang sangat besar berkaitan dengan penyelenggaran pemilu. Peran tersebut berkaitan dengan menyadarkan masyarakat betapa pentingnya hak suara yang dimilikinya, menghimbau masyarakat untuk mempergunakan hak pilihnya secara bijaksana, serta mencerdaskan dan mengingatkan masyarakat untuk jangan sampai melakukan tindakan-tindakan yang termasuk dalam pelanggaran pemilu hanya demi mendukung bakal calon yang mereka beri simpati lebih. Peran tersebut dapat dilakukan melalui banyak cara. Salah satunya adalah melalui sosialisasi kegiatan pemilu kepada masyarakat yang awam, terlebih mengenai adanya tindakan-tindakan yang termasuk dalam kegiatan pelanggaran pemilu yang dilarang oleh peraturan pemilu. Dengan demikian, maka masyarakat akan lebih berhati-hati untuk bertindak dan tentunya tidak mudah mempercayai hal-hal yang siftanya negatif.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url