Menerawang Pesta Politik 2024
Rahmatia Pakaya : Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK), Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan |
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat hingga tingkat daerah resmi menutup pendaftaran bacaleg pada Minggu (14/5) kemarin. Saat ini pihak KPU sementara memeriksa kelengkapan administrasi para bacaleg yang didaftarkan masing-masing partai.
Pesta politik 2024 nanti akan sangat menguras tenaga dan fikiran para aktor-aktornya, baik penyelenggara, pengawas, dan timses caleg, semuanya akan bertarung habis-habisan dimendan tempur masing-masing untuk memeriahkan pesta rakyat nanti.
Pihak peyelenggara akan memaksimalkan proses pengumpulan suara dengan adil, Bawaslu akan jeli melihat kecurangan sementara para timses bersama caleg sibuk bermain dibelakang layar mengerahkan semua kekuatan yang ada.
Dari sisi KPU sendiri jika berkaca dari Pileg 2019 ada ratusan penyelenggara yang sakit bahkan meninggal saat mengerjakan tugas. Komisioner KPU RI periode 2012-2022 Arief Budiman mengungkapkan, beban kerja yang menguras banyak tenaga menjadi penyebab tumbangnya para petugas.
Maka KPU RI untuk mengantisipasi hal itu membuat rencana dengan merubah sistem pemungutan suara dengan cara dua panel. Asal tahu saja, sistem pemungutan suara pada Pileg 2019 kemarin menggunakan sistem satu panel.
Untuk pemungutan suara 2024 nanti KPU RI ingin merubahnya dengan sistem dua panel yang bekerja secara paralel dimana tujuh orang KPPS akan dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama akan menghitung perolehan suara hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPD RI, sementara di panel (kelompok) kedua, petugas akan menghitung perolehan suara perolehan suara pemilihan anggota DPR RI, DRPD Provinsi, dan DPRD kabupten/kota.
Model yang ditawarkan KPU RI di atas sementara ini terbilang ideal jika digunakan untuk menghindari tumbangnya para petugas di tempat pemungutan suara (TPS), tetapi dari segi efisiensi masih lemah. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri mengaku masih akan melakukan pengkajian terhadap model yang ditawarkan KPU ini.
Sementara itu, KPU dan Bawaslu dari tingkatan pusat hingga daerah tengah sibuk mempersiapkan segala kebutuhan pesta besar nanti, para aktor utama juga sibuk merayu suara rakyat.
Hal yang membikin pesta nantin menarik dan meriah adalah para caleg yang tidak hanya dari kalangan tua, tetapi juga para kaum muda yang umurnya dijajaran 20-an.
Tidak seperti anak muda 90an yang bermimpi jadi PNS, anak muda milenial ini tidak sedikit yang bergabung dan nyaleg dibanyak partai politik. Tidak heran, parlemen nantinya akan diisi oleh para kaum muda visioner. Itu tentu didasari niat yang ingin membangun daerah sebab dibawah tangan-tangan kaum tua daerah tidak bangun-bangun alias tidur.
Tetapi tetap saja, tidak ada jaminan bahwa para milenial yang terpilih nanti akan berpihak pada kepentingan pubik, orientasi primernya pada bagaimana partai pengusung kaya dan raya. Pengalaman publiknya terlalu banyak dikhianati para wakil rakyat. tapi kita lihat saja nanti, apakah tetap berada digaris perjuangan atau menjelma tikus berdasi dengan perawakan muda.
Penulis : Rahmatia Pakaya
Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK)
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Gorontalo