Peluang dan Tantangan Penyelenggara Pemilu 2024

Mirna Doi : Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK), Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PEMILU dan Pemilihan serentak sudah hampir pasti akan digelar pada tahun yang sama, tahun 2024. Dari sisi payung hukum terkait pelaksanaanya , mengacu Undang-Undang No 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota secara jelas termaktub bulan November 2024. Sementara untuk Pemilu sendiri tetap di tahun 2024 namun masih terjadi perbedaan tanggal antara legislatif, pemerintah dan penyelenggara. Hal ini, tentu menarik karena menyangkut semua persiapan yang matang dan perlu kehati-hatian, agar penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada serentak dapat terlaksana, dengan mengedepankan prinsip-prinsip penyelenggaran Pemilu yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntable, efektif dan efisien.

Dari sisi persiapan penyelenggara, baik KPU,Bawaslu dan DKPP tentunya menyiapkan secara matang langkah-langkah strategis menghadapi satu penyelenggaran Pemilu dan Pemilihan serentak di tahun 2024.

Dari sisi kelembagaan Bawaslu misalnya, mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban yang memiliki tiga fungsi secara garis besar yang diamanahkan undang-undang yakni pencegahan, pengawasan, dan penanganan pelanggaran serta penyelesaian sengketa sudah harus melakukan pemetaan awal terhadap potensi yang bisa menjadi hambatan dan tantangan Pemilu Serentak 2024.

Kalau dilihat dari sisi peluang, penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan 2024 menjadi satu proses upaya dalam meningkatkan kualitas demokrasi electoral dan juga sebagai perbaikan tata kelola pemilu, sistem pemilu dan juga penegakan hukum pemilu dan proses pendidikan politik bagi masyarakat. Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota tahun 2020 lalu menjadi batu pijakan bagi penyelenggaraan Pemilu serentak 2024. Meskipun dari sisi proses, akan jauh berbeda antara Pemilu dan Pemilihan.

Setidaknya beberapa catatan bahwa pertama, Pemilihan kepala daerah di 270 daerah secara umum berjalan demokratis meskipun masa pandemi Covid-19 yang hampir melanda daerah yang melaksanakan Pilkada. Kedua, tingkat partisipasi pemilih yang tinggi kisaran 76,09 persen rata-rata nasional (KPU-2020). Ketiga, Penyelenggara dan pasangan calon memang terkena dampak covid-19 namun secara signifikan tidak mengganggu tahapan yang berjalan.

Tantangan Pemilu Serentak

Penyelenggaraan Pemilu Serentak dan Pemilihan serentak Nasional 2024 menjadi sangat dinamis dan kompleks. Hal ini, menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu baik yang menyangkut beratnya tanggung jawab (over time kinerja) petugas penyelenggara pemilu baik jajaran KPU dan Bawaslu. Terlebih dalam pasal 375 ayat 2, Undang-Undang 7 tahun 2017 menyebutkan penghitungan surat suara di TPS harus dilaksanakan dan selesai pada hari yang sama dengan hari pemungutan suara. Kemudian mengenai Kesiapan Kelembagaan Bawaslu, Kerangka regulasi dan kewenangan, pemetaan isu-isu pengawasan dan penegakan hukum serta penyelesaian sengketa proses.

Menurut Abhan (2021) pemetaan isu-isu krusial pertama, adalah soal pembentukan badanad hocpengawasan, di mana ada batasan usia minimal (25 tahun) bagi pengawas tingkat, kecamatan dan juga pengawas TPS. Kedua, pemutakhiran data pemilih yang terkait validitas dan keterbukaan akses data pemilih. Ketiga, di proses pendaftaran dan verifikasi partai politik, yakni dalam penggunaan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) dan masih perlunya KPU membuka ruang pemeriksaan secara manual.

Keempat, terkait pencalonan calon mantan terpidana korupsi di mana perlu penegasan regulasi dan antisipasi persepsi publik. Kelima, sisi logistik, di mana pihaknya menilai perlu ada pemberian akses ke Bawaslu dalam perencanaan pengadaan dan pendistribusian logistik. Pengalaman pemilu sebelumnya, akses ini menjadi polemik dalam hal teknis.

Isu lainnya adalah desain sistem penegakan hukum pemilu dan pilkada, di mana sistem saat ini sangat rumit, berlapis, dan saling mengunci, sehingga sering menghasilkanbottleneck. Ketujuh adalah isu krusial kewenangan seperti batas waktu penanganan pelanggaran pemilu yang 7 plus 7 hari kerja.

Sementara untuk pilkada hanya 3 plus 2 hari kalender. Sehingga disparitasnya jauh. Begitupun soal hukum acara dan persidangan. Dalam pemilu, ada aturan soal objek dugaan pelanggaran administrasi TSM, sementara di aturan pilkada itu hanya terkait perilaku seperti politik uang.

Tentu dari sisi tantangan penyelenggara terutama Bawaslu sebagai lembaga yang bertugas melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan serentak 2024.

Penulis : Mirna Doi

Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK)

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 

Universitas Negeri Gorontalo

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url