Tabayyun Sebagai Konsepsi Kritis Bermedia Sosial Masyarakat Dalam Upaya Menangkal Serangan Berita Hoax Menjelang Pemilu 2024
Faisal Bango : Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK), Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan |
Perjalanan politik pada setiap Negara yang menganut system demokrasi tentu mempunyai titik awal sekaligus akhir yang menjadi momentum dalam peralihan jabatan pada pejabat publik yang tengah menduduki kursi eksekutif maupun legislatif. Indonesia sebagai negara yang menganut system pemerintahan demokrasi tentu menjadikan momentum peralihan jabatan tersebut menjadi moment sakral karena pemilihan pemimpin yang dilaksanakan pada perhelatan akbar demokrasi bukanlah merupakan perkara yang sederhana karena menentukan masa depan bangsa.
Menjadikan Pemilu sebagai sarana dalam penyerahan amanat kepercayaan rakyat kepada sosok pemimpin yang baru tentu memiliki konsekuensi politis dan sosiologis yang menjadikan seluruh element masyarakat menjadi sasaran akibat radiasi praktik Pemilu yang dipenuhi nuansa politis dalam prosesnya. Berbicara tentang pemilu, tentu tidak terlepas dari anasir-anasir politik yang terkandung dalam langkah strategis maupun taktis oleh calon politisi yang akan memangku kekuasaan. Dalam dunia perpolitikan, terkadang perilaku tidak manusiawi sering menghias panggung politik sebagai upaya untuk mencapai tujuan tampuk kekuasaan. Selaras dengan ungkapan salah seorang filusuf fenomenal dengan alam pikiran diktatornya yakni Nichollo Machiavelli, bahwa ia mengutarakan jika segala bentuk upaya politik tidak ada korelasinya dengan moral.
Di era digital, tentu kejahatan politik pada kontestasi Pemilu marak dilakukan menggunakan media sosial, karena mengingat dinamisasi zaman yang menuntut masyarkat untuk aktif menggunakan media sosial sebagai sarana untuk mengonsumsi sekaligus memproduksi informasi dan berita politik. Terlebih lagi ketika masa berlangsungnya kampanye, yang cenderung menggunakan media sosial sebagai instrument dalam mempropagandakan calon kandidat. Definisi kampanye menurut Roger dan Storey pada tulisan Ruslan (Ruslan, 2008) ialah merupakan serangkaian kegiatan komunikasi yang terorganisasi dengan tujuan untuk menciptakan suatu akibat tertentu terhadap sasaran secara berkelanjutan dalam priode tertentu. Dalam konteks pemilu, tentu sederhananya kampanye merupakan suatu upaya memengaruhi masyarakat secara persuasif dengan aktivitas retorika, komunikasi massa, publik relation, lobby, dan lain-lain untuk memperkenalkan kandidat secara personal maupun gagasan (visi dan misi). Dalam sesi kampanye inilah sering ditemukan gejala politik yang menyebarkan informasi hoax demi menjatuhkan lawan politik. Media sosial sebagai gerbang instrument masyarakat dalam berselancar di dunia informasi, tentu tidak jarang menjadi korban jeratan informasi hoax yang menelan kebenaran. Karenanya, perang melalui dunia maya (cyber war) menjadi fenomena yang tidak jarang menghias dinamika pemilu di Indonesia dengan. segala porak-poranda yang memicu disintegrasi bangsa.
Melihat ikhwal realitas kontestasi pemilu 2019 lalu, tentu menjadi cerminan dalam membaca situasi panasnya pemilu 2024 dengan berbagai informasi hoax yang memakan asumsi masyarakat dan menutup tabir kebenaran. Karenanya, literasi digital sebagai antisipasi penyebaran berita hoax menjelang pemilu 2024 semestinya harus digelar sedini mungkin kepada masyarakat guna terhindar dari sikap gegabah dan mudah terprovokasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Islam sebagai agama yang memiliki konsep dalam bersosial yang kompleks (muamalah), tentunya memiliki solusi atas problematika hoax yang menjadi kejahatan dunia maya sebagai senjata dalam menjatuhkan lawan politik dengan cara yang tidak bermoral. Dengan demikian, Islam menawarkan konsep agung dalam mengupayakan terhindarnya. masyarakat dari penyakit gegabah dan kebutaan dalam mencerna informasi di media sosial terlebih menjelang pemilu, yakni berupa konsep Tabayyun' sebagai konsep kritis dalam menyerap informasi. Untuk itu, Tabayyun menjadi salah satu konsep yang harus dipahami oleh masyarakat agar dapat mengasah nalar kritis dalam mencerna dan membaca berita politik guna terhindar dari pola agitatif dan provokatif yang mencederai berjalannya pemilu
Dewasa ini, dapat di diagnosa bahwa pemilu yang menjadi sarana dalam mencapai kedaulatan rakyat dapat menjadi sarana disintegrasi bangsa karena implikasi dari salah satu kandidat yang didukung mengalami kekalahan atas kontestasi akbar politik nasional. Hasil diagnosa tersebut menemukan adanya paradoks pemilu yang menjadikan masyarakat terpecah – belah dan menjauhkan masyarakat dari persatuan. Lebih lanjut, diagnose tersebut juga menemukan adanya gejala kebutaan masyarkat dalam melihat beragam informasi yang bertebaran di media sosial. Gejala kebutaan dalam mencerna informasi tersebut bukanlah perkara sederhana, karena dampak dari hal tersebut ialah perseteruan yang semakin langgeng terjadi. Oleh sebab itu, literasi dalam bermedia sosial menjadi penting untuk ditanam kepada masyarakat, karena maraknya manipulasi informasi ketika prosesi kampanye untuk menjatuhkan lawan politik. Karenanya, masyarakat membutuhkan kecermatan dan ketelitian dalam mengkonsumsi dan mendistribusikan informasi selama masa kampanye berlangsung.
Menjelang Pemilu 2024 tentu fenomena berita hoax menjadi isu yang dipertontonkan publik pada etalase diberbagai media massa untuk menjatuhkan lawan politik. Masyarkat Indonesia dalam mencerna informasi pada sosial media masih cenderung emosional dan gegabah, sehingga masih sering menjadi korban dalam penyebaran berita hoax. Hoax agaknya menjadi sebuah ancaman disintegrasi bangsa yang harus dihindari. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan publik harus menyoroti adanya isu hoax yang senantiasa mengancam keuutuhan bangsa, baik melalui jalur hukum maupun edukasi. Menjelang pemilu, tentu ambisi politik cenderung menghalalkan segala cara agar dapat menjatuhkan lawan politik dan mencapai tampuk kekusaaan. Dan penyebaran berita hoax, menjadi alat yang sering dipergunakaan oleh pendukung kandidat dalam menjebak lawan politik.
Menjelang Pemilu 2024 tentu fenomena berita hoax menjadi isu yang dipertontonkan publik pada etalase diberbagai media massa untuk menjatuhkan lawan politik. Masyarkat Indonesia dalam mencerna informasi pada sosial media masih cenderung emosional dan gegabah, sehingga masih sering menjadi korban dalam penyebaran berita hoax. Hoax agaknya menjadi sebuah ancaman disintegrasi bangsa yang harus dihindari. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan publik harus menyoroti adanya isu hoax yang senantiasa mengancam keuutuhan bangsa, baik melalui jalur hukum maupun edukasi. Menjelang pemilu, tentu ambisi politik cenderung menghalalkan segala cara agar dapat menjatuhkan lawan politik dan mencapai tampuk kekusaaan. Dan penyebaran berita hoax, menjadi alat yang sering dipergunakaan oleh pendukung kandidat dalam menjebak lawan politik.
Penulis : Faisal Bango
Mahasiswa Ilmu Hukum Kemasyarakatan (IHK)
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Universitas Negeri Gorontalo